Dilema Jalur Mati Yang Dipenuhi Bangunan Warga

      Selamat pagi sobat spoor semua, semoga sobat selalu dalam keadaan sehat dan bersemangat. Mohon maaf kalau sudah hampir seminggu ini saya tidak mengupdate berita di blog ini. Maklum, beberapa hari ini saya disibukkan dengan tugas-tugas kuliah yang sebentar lagi memasuki minggu-minggu tenang masa ujian akhir semster. Namun datangnya ujian dan banyaknya tugas bukan berarti saya tidak akan mengupdate blog ini, karena seminimal apapun waktu yang saya miliki saya selalu berusaha untuk menulis di blog ini. Ini saya lakukan demi keberlangsungan Dipo Lokomotif Mojsari.

 Salah satu bangunan yang menempati aset milik PT KAI

         Dan pada tulisan saya kali ini, saya akan mengajak teman-teman untuk merefleksikan kebali jalur-jalu kereta api yang ada di Indonesia, khsusunya di tanah Jawa. Setiap kali melakukan perjalanan darat maka yang sering saya lakukan adalah mencari sisa-sisa dari jalur mati kereta api yang masih menjadi aset milik KAI. Seperti halnya jalur-jalur mati yang ada di wilayah Mojokerto-Mojosari-Watu Kosek (Pasuruan). Yang mana, sepanjang jalan dari rumah mbah saya di Mojokerto,akan ditemukan plang-plang besi milik PT KAI yang menunjukkan tanda kepemilikan akan aset tersebut.

Bangunan warung milik warga

      Pada tahun 1990-2000an saat saya masih kecil, saya masih dapat menemukan sisa-sisa dari perlintasan kereta api yang melintas di daerah Gedeg-Kemantren depan rumah mbah saya. Saya masih bisa melihat beberapa rel kereta api yang masih tertanam di tanah dan masih terdapat beberapa balok rel yang terbuat dari besi. Saat itu kondisi perlintasan itu masih sepi dari bangunan dan hanya terdapat kebun-kebun dan pohon-pohon. Hal ini justru berbeda jauh dengan apa yang saya lihat saat ini, dimana terdapat sekali banyak bangunan-bangunan yang berdiri diatas tanah milik PT KAI tersebut.


         Dilematis yang selalu dihadapi oleh PT KAI terkait asetnya yang banyak dan tersebar adalah, banyak masyarakat yang tidak bertangung jawab mendirikan bangunan diatas lahan yang bukan miliknya. Parahnya lagi masyarakat mendirikan bangunan permanen dengan menggunakan semen dan batu bata. Namun saat, lahan tersebut akan kembali digunakan oleh PT KAI akan ada banyak protes dari warga yang mendirikan bangunan diatas tanah tersebut dengan alasan, sudah keuar biaya untuk mendirikan bangunan (salah siapa yang mendirikan bangunan diatas tanah yang bukan miliknya??) ataupun dengan alasan sudah lama mendirikan dan tinggal di tempat tersebut (lama mana dengan jalur kereta api yang melintas di wilayah itu??). Alasan-alasan yang tidak masuk akal selalu ada saat eksekusi oleh PT KAI.

       Hal yang seprti ini tidak hanya terjadi di Mojokerto saja, di tempat-tempat lain, saya juga banyak menemukan hal yang serupa. Di mana banyak perlintasan, perlintasan yang sudah tidak dipakai digunakan oleh warga sekitar untuk mendirikan bangunan-bangunan permanen. Seperti di Malang, SUrabaya, dan kota-kota lainnya di Indoensia yang pernah menjadi saksi bisu dari kebangkitan perkereta apian di Indonesia.

 
      Maka sebagai warga negara yang baik, sudah sepatutnyalah kita menjaga norma-norma dan kesopanan kit adengan tidak mendirikan bangunan diatas tanah yang bukan menjadi haknya. Karena mengambil yang bukan haknya sudah dapat kita katagorikan sebagai pencuri. Tanah-tanah tersebut tetaplah menjadi milik KAI dimana bukti fisik yang nyata adalah, adanya rel kereta yang masih tertanam di kawasan tersebut. Karena siapa tahu kedepannya, PT KAI akan kembali menghidupkan jalur-jalur mati tersebut.



  Semoga sedikit goresan dan informasi ini dapat berguna serta bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita tentang perjalan si ular besi Indonesia. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih banyak karena teman-teman sudah mau berkunjung ke Dipo Lokomotif Mojosari. Dan sampai jumpa kembali pada postingan-potingan saya selanjutnya. Jangan kapok berkunjung di sini ya sobat serta, Jaya Selalu Kereta Api Indonesia...!!!!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar