Jembatan Lahor, Karangkates |
Selamat dan semangat pagi sobat semua, dan Salam Spoor...!!!! Semoga pada pagi hari yang indah dan berbahagia ini sobat semua selalu dalam keadaan sehat dan selalu bersemangat untuk menjalankan berbagai macam aktifitas yang ada di hari ini. Jika dalam postingan sebelumnya saya membahas mengenai, alasan mengapa kereta api tidak dapat berjalan kencang pada rute jalur kantong, maka dalam tulisan kali ini saya akan membahas mengenai jalur kantong itu sendiri. Sebutan untuk "jalur kantong" sendiri merupakan sebutan untuk jalur rel lingkar (loop line), dengan rute Surabaya ke Surabaya lagi via Malang-Blitar-Tulungagung-Kediri-Kertosono. Dalam sejarahnnya, jalur kantong merupakan jalur rel yang dibangun oleh perusahaan kereta api negara milik Belanda yang bernama Staatspoorwegen dalam kurun waktu 1879 sampai dengan 1896. Jalur rel yang terbentang antara Kepanjen sampai dengan Wlingi yang
melintasi Ngebruk, Sumberpucung, Pogajih, dan Kesamben tersebut
merupakan jalur rel sisi timur yang masuk pada sesi II dan dinamakan
dengan Proyek Besar Jalur Rel Kereta Api Jalur Timur (Oosterlijnen).
Dimana sesi awal, antara Surabaya menuju Malang dan sesi dua antara
Malang sampai dengan Blitar. pertama kali dibangun pada taggal 6 April
tahun 1875 oleh insinyur Belanda yang bernama David Marchalk, yang juga
merupakan seorang surveyor pembangunan jalur rel antara Batavia sampai
dengan Buitenzorg. Sebagai tahap pertama pembangunan jalur rel antara
Surabaya sampai dengan Pasuruan melalui Porong, dibangulah Stasiun
Surabaya Kota/ Stasiun Semut (Spoorstation Semoet), dan pada tanggal 16
Mei 1878, jalur rel tersebut diresmikan oleh Gubernur Jendral JW van
Lesberge, seiring diberangkatkannya kereta api pertama dari Surabaya
menuju Porong. Dan dua hari kemudian, pada tanggal 18 mei 1878, kembali
diresmikan jalur lanjutan dari pembangunan jalur rel dari Porong menuju
Pasuruan. Setelah selesai dan diresmikannya
jalur rel antara Surabaya sampai dengan Pasuruan tersebut, dibangunlah tahap
awal jalur rel dari Pasuruan menuju Malang melalui percabangan yang ada di sisi
Timur Stasiun Bangil, Pasuruan. Pembangunan jalur rel dari Pasuruan menuju
Malang sendiri dibagi menjadi 3 sesi pembangunan. Jalur rel pertama adalah dari
Stasiun Bangil menuju Stasiun Sengon sejau 21 kilometer. Sesi kedua, dari
Stasiun Sengon menuju Stasiun Lawang sejauh 10 kilometer, dan sesi terakhir
dari Stasiun Lawang, sampai dengan Stasiun Malang Kota Lama (stasiun pertama di
Malang) sepanjang 18 kilometer.
Terowongan Karangkates II |
Pada tanggal 20 juli tahun 1879, jalur rel
tersebut telah selesai dan diresmikan ileh Gubernur Jendral Hindia Belanda.
Beberapa stasiun dibangun sepanjang jalur rel antara Bangil sampai dengan
Malang, diantaranya adalah Stasiun Wonokerto, Sukorejo, Sengon, Lawang,
Singosari, Blimbing, Malang Kota Lama. Baru kemudian menysul dibukanya Stasiun
Malang Kota Baru di tahun yang sama, yaitu 1879. Pembangunan jalur rel selanjutnya
adalah rute Malang sampai dengan Blitar sejauh 74,3 kilometer tersebut, dimulai
pada tahun 1896, atau 17 tahun setelah jalur rel sesi Surabaya-Malang selesai
diresmikan. Proye besar pembangunan jalur rel tersebut dinamakan dengan Proyek
Besar Jalur Rel Kereta Api Timur Jilid 2 (Oosterlijnen-2). Pembangunan jalur
rel tersebut secara teknis dilakukan dari dua arah secara bersamaan, yaitu dari
arah Malang dan juga dari arah Blitar, sehingga titik temu kedua rel tersebut
nantinya adalah di Stasiun Kepanjen. Dari sisi Utara (Malang menuju Kepanjen)
sejauh 19 kilometer, selesai dibangun pada tahun 1896, dan dari sisi Barat
(Blitar-Wlingi) sepanjang 19 kilometer selesai dan diresmikan pada tanggal 10
Januari 1896. Sedangkan sesi akhir, jalur rel yang membentang sepanjang 36
kilometer dari Wlingi sampai dengan Kepanjen, selesai dan diresmikan pada
tanggal 30 Januari 1897, atau satu tahun setelah jalur sisi Barat dan Utara
sepanjang 19 kilometer selesai.
Jembatan Metro Kepanjen |
Jika menilik kembali sejarah dari pembangunan jalur kantong tersebut, maka dapat dilihat betapa besar motivasi dan investasi yang telah digelontorkan oleh perusahaan SS untuk mewujudkan jalur rel di kawasan tersebut. Beberapa hal yang melatarbelakangi pembangunan jalur tersebut adalah, fungsi dari moda transportasi kereta api itu sendiri, yaitu sebagai alat angkut hasil olahan bumi seperti gula, kopi, dll yang ada di wilayah seputar jalur kantong. Seperti contoh jalur rel di Blitar, dimana pada masa kolonialisasi, terdapat 45 perusahaan perkebunan milik perusahaan-perusahaan Belanda, dimana beberapa tanaman perkebunannya adalah berupa kopi, karet, kina, tembakau, kapuk, singkong, dan kelapa, yang secara ekonomi, memiliki nilai jual di pasar internasional saat itu. Sama seperti halnya dengan wilayah di sekitar Kabupaten Malang, yang menjadi basis dari perkebunan dan pabrik pengolahan kopi milik Belanda. Saya mencoba mentracking, perkebunan apa yang mendominasi di sekitar jalur kantong, dan jawabannya tetap, yaitu kopi. Adapun jenis kopi yang banyak ditanam di wilayah jalur kantong ini adalah, jenis kopi roobusta, sebuah jenis kopi yang konon cocok di tanam di dataran beriklum tropis, dan memiliki daya tahan yang kuat terhadap hama. Selain itu, kopi dari wilayah jalur kantong ini, terkenal dengan aromanya yang kuat, dan rasanya yang istimewa. Dari situ dapat dilihat, alasan mengapa Belanda berani untuk berinvestasi besar dalam pembangunan jalur rel KA yang membentang dari Surabaya, Pasuruan, Malang, Blitar, sampai dengan Kediri. Proyeksi dari keuntungan ekspor hasil bumi, jauh lebih menguntungkan dibandingkan nilai investasi yang digelontorkan untuk pembangunan jalur rel KA. Namun itu hanya sementara, sebelum negara api menyerang... ehhhh.. sebelum Jepang menyerang sob.. wkwkwk. Dalam kurun waktu 1942 sampai 1945, Jepang menguasai seluruh aset strategis milik Belanda yang ada di Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Bahkan saya pernah menemukan sebuah artikel yang menceritakan, tidak hanya hasil perkebunan yang diangkut melalui jalur kantong, namun ada juga hasil tambang yang berupa batu marmer dari wilayah Kabupaten Blitar. Untuk mengakomodir distribusi tersebut, SS membangun sebuah halte kecil di petak Pogajih-Sumberpucung.
Adapun pada masa sekarang ini, jalur kantong masih aktif digunakan untuk melayani perjalanan KA, hanya saja bukan lagi sebagai angkutan utama distribusi barang perkebunan menuju pelabuhan. Dewasa ini, rangkaian KA lebih digunakan untuk angkutan penumpang dan barang dari kota ke kota. Beberapa rangkaian KA reguler yang melewati rute tersebut antara lain, KA Gajayana, KA Malabar, KA Majapahit, KA Matarmaja, KA Penataran dan beberapa KA lainnya dengan pemberangkatan dari kota Blitar. Terdapat perubbahan jalur rel ditahun 1960-an, dimana pada petak Ngebruk-Pogajih digeser dan dibuatkan terowongan, dikarenakan jalur rel lama terkena dampak dari pembangunan bendungan Karangkates atau yang dikenal dengan bendungan Sutami. Oke sobat, mungkin itu saja sedikit informasi yang dapat saya share ke teman-teman. Jangan lupa untuk terus mengikuti perjalanan saya dan informasi lainnya, karena masih akan ada banyak lagi informasi lainnya yang akan saya share dan foto-foto indah kereta api lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar