Sejarah Panjang Produksi Kereta Penumpang di Indonesia

Kereta penumpang buatan INKA
Selamat dan semangat pagi sobat semua dan Salam Spoor...!!!! Semoga pada pagi hari yang indah dan berbahagia ini sobat semua selalu dalam keadaan sehat dan selalu bersemangat untuk menjalankan berbagai macam aktifitas yang ada di hari ini. Jika pada postingan sebelumnya saya menulis tentang bagaimana kehadiran Jepang dari masa Perang Dunia II sampai dengan era kemerdekaan, atau dari masa Romusha sampai pada masa Kereta Cepat. Maka dalam postingan kali ini saya akan mengulas mengenai keberadaan kereta penumpang di Indonesia. bagi saya pribadi, keberadaan dari kereta penumpang menarik untuk dibahas, dimana keberadaannya memiliki perjalanan sejarah panjang sob. Sebelum menuliskan artikel ini, saya hanya mendapatkan informasi secara lisan dari teman-teman railfans, seperti kereta ini pabrikan ini, dari sini, yang ini dari ini, dan dirucat pada tahun ini menjadi ini. Informasi yang bagi saya sendiri sulit untuk dimengerti, oleh karena itu, beberapa hari ini, saya mencoba untuk melakukan "riset kecil" dari berbagai literatur online yang ada, baik dari artikel dalam negeri maupun dari luar negeri yang mmebahas beberapa pabrikan di luar negeri, baik dari wilayah Eropa, dan juga dari pabrikan Jerman. Bahkan setelah saya mencoba 'merunut' sejarah dari perjalanan kereta penumpang, saya menemukan bagaimana kemudian spesifikasi kereta penumpang yang sekarang ini hadir. Berawal dari kereta penumpang yang beroperasi pada masa Hindia Belanda, seperti milik Staatsspoorwegen, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij, Semarang–Cheribon Stoomtram Maatschappij, Serajoedal Stoomtram Maatschappij, Deli Spoorweg Maatschappij. Tentu terdapat perjalan panjang bagi spesifikasi dan desain kereta penumpang sampai dengan sekarang ini.



Kereta penumpang buatan Waggonbau Gorltz
Pertama, Indonesia pernah mengimpor rangkaian kereta dari pabrikan Waggonbau Gorlitz, di Jerman Timur, yangmana rangkaian tersebut digunakan untuk KA Bima yang diluncurkan di tahun 1 Juni 1967. Waggonbau Görlitz Corporation sendiri merupakan sebuah pabrik yang berlokasi di Gorlitz, Jerman dan mulai memproduksi lokomotif dan rolling stock sejak tahun 1849. Pada tahun 1935, pabrikan ini telah mampu memproduksi double-deck rail car yang terkenal, dan setelah Jerman Barat dan jerman Timur bersatu, pada tahun 1998 pabrikan ini dijual ke Bombardier Transport. Beberapa rangkaian yang diimpor oleh PNKA saat itu adalah kereta penumpang jenis kereta tidur kelas I (SAGW), kereta tidur kelas II (SBGW), kereta makan (FW), dan kereta pembangkit (DPW). Pengadaan kereta penumpang yang diakukan oleh perusahaan DKA di era tahun 50-60an merupaan bagian dari upaya DKA untuk melakukan peremajaan dan pemukhtatiran armada kereta api yang ada saat itu, dimana sampai dengan tahun 1950-an, armada kereta api yang beroperasi di Indonesia masih didominasi oleh kereta api "warisan" dari perusahaan-perusahaan baik swasta maupun negeri milik Belanda pada masa Hidia Belanda. Salah satu tujuan dari pengadaan yang dilakukan oleh DKA tersebut, juga untuk menggantikan armada kereta istimewa nan mewah, berupa kereta tidur De Java Nacht Expres yang beroeperasi pada masa Hindia Belanda dengan rute Batavia sampai dengan Soerabaja via Yogyakarta. Adapun jumlah armada yang dipesan oleh DKA dari pabrikan VEB Waggonbau Görlitz tersebut sebanyak 28 unit kereta yang terdiri dari 7 kereta barang + pembangkit (DPW), 4 kereta makan (FW), 10 kereta tidur kelas 2 (SBGW), dan 7 kereta tidur kelas 1 (SAGW). Dari 28 kereta yang dipesan oleh DKA tersebut, lahirlah 3 train set KA ekspres Biru Malam (BIMA).

Kereta kelas bisnis buatan INKA
Kedua, selain memesan kereta dari pabrikan kereta di Gorlitz, DKA juga memesan rangkaian kereta untuk layanan kelas bisnis dan ekonomi dari pabrikan kereta yang berada di Bautzen. Ketika saya mencoba untuk mencari informasi mengenai pabrikan kereta yang berada di Bautzen ini, tidak banyak informasi yang saya dapatkan, selain perusahaan tersebut sekarang merupakan bagian dari Bombardier Transport.Dari pabrikan kereta di Bautzen,Jerman sebanyak 57 unit kereta layanan kelas ekonomi (K3/CW) dengan jumlah tempat duduk sebanyak 80 buah, dan kereta kelas bisnis dengan kapasitas angkut yang memuat 60 kursi. Selain kereta penumpang, DKA juga memesan kereta makan penumpang kelas ekonomi (CFW) sebanyak 25 unit, dimana dalam setiap kereta makan tersebut terdapat 48 tempat duduk penumpang, dan 16 tempat duduk di ruang makan. Ketiga, Indonesia juga pernah mengimpor kereta dari pabrikan Astra Arad di Rumania di tahun 1984. Astra Arad sendiri didirikan pada tahun 1921, dan merupakan gabungan dari dua perusahaan Astra Automobile dan Waggon Factory. Perusahaan Astra Arad merupakan sebuah nama dari sebuah grup industri teknik dan perusahaan rolling stock di Arad, Romania. Perusahaan tersebut beroperasi sebagai single entitiy sampai tahun 1995, dan terintegrasi menjadi Astra Rail Industries, dan tetap memproduksi kereta penumpang dan beberapa transportasi darat lainnya. 

 Nippon Sharyo (Komunitas Sejarah Perkeretaapian Indonesia)
Keempat adalah dari, Pabrikan Nippon Sharyo, Nagoya di Jepang, kereta penumpang buatan pabrikan Nippon Sharyo pertama kali digunakan di Indonesia pada tahun 1958.  Kereta penumpang buatan Nippon Sharyo generasi pertama ini tergolong unik, dimana secara spesifikasi, ukurannya dibuat lebih kecil dibandingkan dengan kereta buatan pabrikan Eropa. Namun pada tahun 1980, Indonesia kembali mengimpor sebanyak 40 buah kereta penumpang dari Nippon Sharyo sebagai upaya pemenuhan kebutuhan kereta angkutan lebaran tahun 1980. Semua rangkaian kereta tersebut, tiba dari Nagoya di pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 10 dan 12 Juli 1980. Menariknya, jika dilihat pada bagian interior kereta penumpang, muncullah sebuah pertanyaan, apakah kereta-kereta ini yang mengilhami kereta kelas Bisnis dan Ekonomi di Indonesia?. Pengadaan 40 unit kereta penumpang tersebut, tidak mampu menampung penumpang yang ingin mudik di musim lebaran 1980. Berikut beberapa keterangan dari harga kereta tersebut Satu unit kereta penumpang CW ¥50.639.000,- ,Satu unit kereta penumpang BW ¥54.006.000,- ,Satu unit kereta penumpang CFW ¥50.639.000,-

Belo Si Kuda Troya (Bapak M Hanafi)
Menjelang akhir tahun 1980, untuk mendukung sarana angkutan kereta api, maka PJKA mengimpor beberapa sarana KA yang meliputi, 63 unit lokomotif diesel, 3 unit lokomotif diesel elektrik serta 5 set KRD dan KRL. Untuk mengurangi ketergantungan tersebut, dan untuk melakukan subtitusi impor, maka kebijakan strategis nasional untuk memiliki pabrik kereta api sendiri penting untuk dilaksanakan. Perkembangan perkeretaapian nasional ditandai dengan, impelmentasi rencana oleh B.J Habibie untuk membangun industri perkeretaapian nasional yang kemudian di tahun 1981, lahirlah PT INKA di Madiun, sebagai perusahaan yang mampu untuk memenuhi kebutuhan kereta api baik untuk dalam maupun luar negeri. INKA sendiri didirikan pada tangal 18 Mei 1981, dan pada tanggal 29 Agustus 1981 dilakukan penyerahan operasional pabrik produsen kereta api ini, oleh pihak PJKA kepada manajemen baru PT INKA. Sebagai upaya pertumbuhanya, pada tahun 1983, PT INKA berada di bawah binaan, Dewan Pembina Industri Strategis, dan pada tahun 1998, pengelolaan INKA dibawah Menteri Pendayagunaan BUMN. Adapun  pada tahun 1982, INKA berhasil memproduksi gerbong abarang pertamanya dan juga prototip kereta kelas ekonomi yang dinamakan Si Belo Kuda Troya dengan nomor kereta CW-9X01. Untuk kereta penumpang pertama sendiri, baru diproduksi INKA pada tahun 1985. Saat saya mencoba melihat beberapa foto dari kereta Belo Kuda Troya, sekilas prototip kereta tersebut secara eksterior dan interior, mirip dengan kereta buatan Nippon Sharyo tahun 1958, hanya saja sekilas, perbedaannya terlihat pada spesifikasi panjang kereta, yang mana Kuda Troya ini sedikit lebih panjang dari kereta buatan Nippon Sharyo 1954. Tidak banyak yang membahas mengenai kerjasama INKA dengan Nippon Sharyo, namun saat saya mencoba untuk mentracking data yang ada, ternyata INKA memiliki kerjasama strategis dengan Nippon Sharyo dan juga Sumitomo, kemungkinan besar, prototip Si Belo Kuda Troya juga merupakan bagian dari kerjasama pengembangan kereta penumpang di Indonesia. Sehingga produk dari kerjasama antara INKA dengan Nippon Sharyo, merupakan basis dari spesifikasi kereta penumpang yang ada di Indonesia sampai dengan sekarang ini.

Bahkan saat berbicara tentang spesifikasi, saya meihatbadanya penyesuaian yang dilakukan oleh INKA dalam hal lebar, panjang, dan tinggi kereta, untuk sesuai dengan lintasan yang ada di Indonesia, seperti terowongan, jembatan kurung, tingkat kemiringan rel, jalur berbelok dan lain sebagainya. Bahkan say mensuga, penyesuaian juga dilakukan terkait dengan permintaan dari pemesan, dalam hal ini adalah operator kereta api, yaitu bagaimana desain kereta mendukung tidak hanya dari segi fasilitas, kenyamanan, dan keamanan, namun juga dalam hal okupansi penumpang. Jika merujuk pada basis data yang ada, tidak ada kereta impor kelas ekonomi yang memiliki jumlah kursi 106 penumpang, yang kemungkinan besar itu adalh bagian daei upaya INKA untuk memenuhinkebutuhan dan permintaan dari opertaor kereta api. Dalam perkembangnnya, INKA terus berusaha untuk menyajikan produk-produk berkualitas dan melakuka ekspansi pasar dengan cara, melakukan  kerjasama industri dengan beberapa perusahaan kereta api di luar negeri, seperti dengan Bombardier (Jerman), Sumitomo Corporation (Jepang), Catepilar, Nippon Sharyo (Jepang), dan beberapa perusahaan dalam negeri lainnya. (@kanjengharyo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar