KRDE Prameks buatan INKA |
Alasan Mengapa Kereta dengan Multiple Unit Seperti KRDI ataupun KRDE Lebih Menguntungkan
Ide mengenai pengembangan
teknologi KRDE sendiri pertama hadir di tahun 1988, dimana ide tersebut hadir
setelah Tim Standarisasi Kereta Rel Diesel mendapatkan sebuah informasi, berupa
laporan dari Jane's Railways, yang berisikan adanya penurunan kebutuhan
lokomotif disel di beberapa negara yang mulai menggantikannya dengan kereta
menggunakan sistem distribusi traksi pada rangkaian kereta (multiple unit).
Beberapa kelebihan dan alasan dari konversi traksi terpusat menjadi traksi yang
terdistribusi antara lain:Pertama, biaya komponen motor traksi disel dinilai
memiliki ukuran yang jauh lebih kecil, yaitu antara 250-500 KW. Dengan ukuran
tersebut, maka motor disel tersebut memiliki jumlah populasi yang cukup banyak
karena dapat digunakan juga pada produk non kereta api. Kedua, adanya
fleksibelitas dari penggunaan motor disel yang penggunaannya menyesuaikan
dengan kebutuhan operasional dan layanan, yang berimbas pada jumlah ataupun
formasi rangkaian kereta. Ketiga, dengan menggunakan unit traksi yang lebih
efektif, maka operator kereta dapat lebih meminimalisit biaya operasional,
dimana jika okupansi tidak banyak maka dapat menggunakan daya traksi yang lebih
kecil. Keempat, operator dapat memaksimalkan penggunaan ruang pada rangkaian
kereta dengan mengambil keuntungan dari pendapatan perkursi bukan per
rangkaian. Kelima, dengan menggunakan sistem multiple unit, maka rangkaian
tidak memubutuhkan lokomotif, sehingga proses langsir di stasiun yang memiliki
jadwal pemberangkatan yang padat dapat dilakukan jauh lebih cepat.
Sejarah Pengembangan Desain dan Teknologi KRDE di Indonesia
Pada tahun 1997, terdapat sebuah gagasan untuk mengembangkan teknologi KRDE, dimana pada tahun tersebut, PT INKA sebagai produsen manufaktur rolling stock di Indonesia, telah memiliki kemampuan dalam hal desain serta manufaktru KRL dengan spesifikasi berbagan stainless steel, menggunakan bogie bolsterless, derta teknologi VVVF inverter. Bahkan, konsep dan gagasan awal dari pada KRDE tersebut, untuk diperuntukkan pada peningkatan operasional KA rute Jakarta-Bandung yang selama ini menggunakan rangkaian kereta dengan lokomotif sebagai tenaga penggerak. Pada tahun 1999, Indonesia telah menghasilkan sebuah konsep desain KRDE melalui kerjasama studi antara PT. KA (Persero), PT. BPIS (Persero), dan dilanjutkan konsorsium PT. INKA, PT. LEN Industri dan PT. PINDAD. Tidak hanya itu, PT INKA bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapat Teknologi (BPPT), turut mengembangkan sistem kendali untuk propulsi KRDE. alih teknologi, serta pengembangan sistem audit teknologi. Dimana, rangkaian KRDE di desain dengan 8 kereta setiap train setnya. Bahkan, keberadaan dari KRDE merupakans ebuah terobosan karena dinilai lebih unggul dan moderen dibandingkan dengan kereta Argo Gede yang saat itu melayani rute Jakarta-Bandung. Bahkan dari sisi investasi, operasi, okupansi, dan perawatan, KRDE dinilai lebih ekonomis dan menguntungkan bagi operator.
KRDE Generasi ke-2 |
Jumlah total dari populasi KRL produksi INKA dan BN Holec adalah sebanyak 128 unit KRL. Modifikasi dilakukan oleh PT INKA kepada sebanyak 24 unit, untuk dikonservasi menjadi KRL Holec AC, dan 50 unit lainya dokonversi menjadi KRDE. Dimana beberapa instrumen kelistrikan seperti motor traksi yang diproduksi oleh Bombardier dan Holcec Ridderkerk, ditambah dengan komponen penggerak mesin disel dari pabrikan Woojin Industrial System, Ltd. Tidak hanya itu, beberapa panel dan sistem lainnya, juga menggunakan produk dari PT LEN Industri. Adapun pengertian ataupun definisi dari istilah Kereta Rel Disel Elektrik (KRDE) sendiri adalah, sebuah rangkaian kereta tanpa lokomotif, dengan tenaga penggerak yang berasal dari perpaduan antara mesin disel dengan motor listrik. Dimana fungsi dari mesin disel disini adalah sebagai pembangkit tenaga listrik untuk dinamo/ motor traksi kereta. Dalam konteks konversi KRL BN Holec menjadi KRDE, mesin disel disini berfungsi sebagai sumber energi listrik independen rangkaian kereta, yang sebelumnya didapatkan dari listrik aliran atas (LAA), yang dihandatkan melalui pantograf atas.
Energi listrik yang dihasilkan dari mesin disel tersebut, sebelum mencapai ke motor traksi, akan terlebih dahulu melalui variable voltage variable frequency inverter (VVVF). VVVF sendiri merupakan sebuah rngkaian sistem kelistrikan yang mampu mengubah tegangan dan frekuensi arus listrik, dan digunakan sebagai kontrol pada motor induksi. Dalam satu kereta BN Holec, satu motor penggerak bertugas meggerakkan satu buah roda, sehingga pada setiap satu unit kereta, terdapat empat buah motor traksi. Adapun jumlah motor yang terdapat pada satu set KRDE, lebih ditentukan pada kapasitas mesin disel untuk dapat menghasilkan tegangan listrik. Semakin besar tegangan listrik yang dihasilkan, maka semakin dapat menggerakkan banyak motor traksi.
Meski demikian, kapasitas mesin disel serta jumlah motor traksi tetap mempertahankan pada perhitungan ruang, kapasitas angkut, konsumsi BBM, serta visibilitas dari okupansi kereta. Kelebihan dari menggunakan tenaga penggerak kombinasi antara mesin disel dan motor listrik pada rangkaian KRDE adalah, getaran yang minim pada kereta, karena mesin disel berada pada tempat yang terpusat, sehingga tidak cukup bising, dan percepatan yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan kereta rel disel. Rehabilitasi pada unit kereta eks BN Holec tersebut dilakukan 80-90% oleh PT INKA, dan mengubahnya dari KRL menjadi KRDE. Untuk mesin disel yang digunakan sendiri, merupakan generator set dengan kapasitas 1.380 KWH. Kapasitas generator tersebut cukup untuk dapat menggerakkan 5 buah kereta dalam setiap train set dengan kapasitas penumpang mencapai 920 orang.
Pengembangan dari teknologi konservasi KRL menjadi KRDE oleh PT INKA tersebut tidak dapat dilepaskan dari peran besar Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan. Untuk masa penggunaan kereta hasil rehabilitasi tersebut mampu bertahan sampai dengan 20-30 tahun, dan terhitung sejak awal tahun pembuatan kereta. Kemampuan dari KRDE buatan INKA, mampu melaju sambapi dengan kecepatan 100 km/ jam. Adapun dana yang dikeluarkan untuk melakukan rekondisi rangkaian KRL menjadi KRDE, sebesar Rp 30 miliar sampai dengan Rp 43 miliar. Setelah train set selesai dikonversi menjadi KRDE, tahap selanjutnya yang dilakukan oleh INKA adalah melakukan beberapa tahap uji coba pada produk tersebut, mulai dari uji sistem kelistrikan, uji coba jalan, pengereman, serta beban.
Lahirnya KRDE Indonesia Pertama
Pada tanggal 1 Maret 2003, untuk pertama kalinya KRDE hasil revitalisasi INKA hadir sebagai Prambanan Ekspres dan diresmikan perjalanan perdananya di Stasiun Tugu Yogyakarta oleh Menteri Perhubungan, Hatta Rajasa, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, serta pejabat KAI. KRDE tersebut merupakan KRDE pertama yang langsung diuji cobakan pada lintas Yogyakarta-Surakarta. Beberapa KRDE lainnya yang melanjutkan generasi selanjutnya adalah KRDE Baraya Geulis (21 Desember 2008) dan Rancang Geulis dengan rute Padalarang-Cicalengka (22 April 2009). KRDE Arek Surokerto dengan rute Surabaya-Mojokerto (29 Agustus 2009). KRDE Sriwedari dengan rute Solo-Yogyakarta (5 November 2012). KRDE bandara Minangkabau, Adi Soemarmo, Yogyakarta.
Geenrasi kedua dari KRDE sendiri lahir di tahun 2011, dimana rangkaiannya diperuntukan untuk rangkaian KRDE Sriwedari yang akan melayani rute Solo sampai dengan Yogyakarta. KRDE Sriwedari sendiri, untuk pertama kalinya diujicobakan pada tanggal 16 September 2011, dengan rute Madiun-Gundih PP, dan berangkat dari Madiun pada pukul 11.30 WIB dan kembali ke Madiun pukul 17.30 WIB. Perbedaan KRDE generasi kedua ini, dengan generasi pertama yang digunakan pada Prambanan Ekspress adalah, kabin penumpang yang sudah terinstal AC.
Pasang Surut Perjalanan KRDE di Indonesia
Pada tahun 2012, Taufik Hidayat selaku pengamat transportasi publik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, menyampaikan bahwa terdapat banyak masalah dan seringnya terjadi kerusakan pada rangkaian KRDE. Tidak banyak masalah apa yang muncul pada rangkaian kereta, hanya saja keluhan terdapat pada kerusakan di bagian mesin kereta. Seperti contoh KRDE Maguwo Ekspres yang melayani rute Yogyakarta-Purwokerto. Sejak diluncurkan pada tanggal 14 Agustus 2012, kereta ini telah mengalami kerusakan sebanyak dua kali, yaitu pada 14 Agustus 2012 dan 8 Oktober 2012. Masalah semakin parah setelah kerusakan berkaitan dengan mesin penggerak dan juga pendingin ruangan kereta yang tidak berfungsi. Bahkan KRDE Rancang Geulis, mengalami kerusakan dua jam setelah kereta beroperasi. Pada bulan Januari tahun 2012, rangkaian KRDE Arek Surokerto juga berhenti beroperasi melayani penumpang, sama seperti KRDE lainnya, armada KRDE yang digunakan untuk layanan Arek Surokerto juga mengalami kendala teknis sehingga rangkaian tidak dapat difungsikan hampir selama 3 bulan.
Permasalahan lainny timbul dari kurangnya persiapan kementrian perhubungan dalam menyediakan sumber daya manusia serta fasilitas perawatan dan suku cadang untuk KRDE produsi INKA tersebut. Pada tahun 2010, Taufik Hidayat, seorang ahli perkeretaapian dari Kedeputian Jasa Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam sebuah acara diskusi ilmiah German-ASEAN Conference yang bertajuk Mass Transport Technologies (Focus on Railway Technology), mengatakan, Bahwa meski teknologi ini terus dikambangkan sejak emapt tahun terakhir (sejak 2006) untuk rute lokal, namun tidak diantisipasi keberlangsungan teknologinya untuk masa mendatang. Hal yang ditakutkan adalah, jiga dalam kurun waktu tiga sampai dengan lima tahun ke depan, teknologi KRDE tersebut justru akan mendatangkan persoalan sendiri.
Pada bulan Desember tahun 2012, dalam sebuah wawancana, Asistem Manager SDM dan Umum, Balai Yasa Yogyakarta mengatakan, bahwa PT KAI bersama dengan Balai Yasa Yogyakarta, mengalami kesulitas dalam perawatan KRDE buatan INKA. Dimana, tidak terdapat petujuk yang jelas, baik dalam buku petujuk dari pabrikan INKA sendiri. Oleh karena itu, menunggu SK, instruksi yang langsung datang dari KAI pusat tersebut berisikan, bahwa KAI akan mengembalikan seluruh perawatan KRDE tersebut ke INKA selaku produsen KRDE. (Artkel ini bersambung pada tulisan selanjutnya: KRDE Bandara Buatan INKA)
*(Artikel ini ditulis oleh @kanjengharyo, dengan merujuk beberapa artikel, berita, laporan, penelitian melalui studi literatur baik sumber primer maupun sekunder. Daftar pustaka sengaja tidak saya sematkan agar artikel ini hanya untuk dibaca, dan tidak dijadikan sebagai bahan rujukan untuk membuat penelitian, makalah, dll yang berkaitan dengan hal akademik. Artikel in jauh dari kata sempurna dan masih membutuhkan kajian serta analisis lebih lanjut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar