Selamat Pagi sobat semua dan Salam Spoor...!!! Seblumnya saya mohon maaf kepada sobat semua karna postingan ini sedikit keluar dari topik pembahasan mengnai kerta api. Sepulangnya saya dari Stasiun Boharan, tidak disengaja saya melihat betapa indahnya Gunung Penanggungan di lihat dari arah jalan pulang menuju Mojosari. Terlintas dalam benak saya untuk berhenti sejenak guna mengabadikan beberapa gambar dari gunung tersebut. Berikut beberapa pesona keindahan Gunung Penangunggan di wilayah Mojokerto. Selamat menikmati dan sampai jumpa pada postingan selanjutnya hanya di Dipo Lokomotif Mojosari "Pesona Keindahan dan Romantisme Sejarah Kereta Api Indonesia".
orange
Tampilkan postingan dengan label JELAJAH MOJOKERTO. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label JELAJAH MOJOKERTO. Tampilkan semua postingan
Melihat Jejak Peninggalan Jalur Lori di Pabrik Gula Watu Tulis-Sidoarjo
Pagi Sobat Semua, Selamat Pagi Indonesia dan Selamat Pagi Dunia, Salam Spoor...!!! Sobat semua dalam postingan kali ini saya akan mengajak sobat semua untuk jalan-jalan ke daerah Watu Tulis lebih tepatnya ke daerah Pabrk Gula yang ada di Watu Tulis kabupaten Sidoarjo. Lokasi ini sendiri sebenarnya berdekatan dengan Stasiun Kedinding, yaitu lokasi stasiun yang biasa saya jadikan spot untuk berburu rangkaian kereta api. Adapun alasan saya mengapa saya mengajak sobat semua untuk menelusuri dan jalan-jalan ke pabrk gula tidaklah lain untuk sejenak menengok sisa-sisa dari peninggalan lori yang pernah bertugas di pabrik gula tersebut.
Jalur mati ini berada di desa Watu Tulis
Jika sobat pernah membaca postingan artikel saya yang berjudul Stasiun Kedinding, maka sobat akan melihat dibeberapa fotonya yang menunjukkan pernah adanya aktifitas kegiatan turun naik barang yang dilakukan di stasiun tersebut. Hal in tidak terlepas dari sisa-sisa peninggalan yang masih dapat kita lihat di tahun 2014 ini di Stasiun Kedinding. Yaitu adanya besi yang saya pikir merupakan besi bekas crane pemindah barang muat, dengan ukuran yang sedikit lebih kecil dari crane yang ada saat ini. Dan juga beberapa bekas jalur mati yang masuk dan keluar di stasiun tersebut.
Jakur rel yang akan keluar dari jalan menuju pasar
Kuat dugaan saya adalah, lori yang ada di pabrik gula tersbut dulunya juga terintegrasi dengan jalur rel yang pernah ada di Stasiun Kedinding, karena jika saya telusuri jalur rel lori tersebut menuju ke arah stasiun. Saat akan memasuki pabrik gula, jalur rel lori ini membentuk sebuah segitiga, yang mana arah Utara menuju Stasiun Kedinding, arah Timur meuju masuk ke pabrik gula, dan arah Selatan menuju ke jalan keuar yang saa perkirakan menuju arah Prambon. Tapi sayangnya jejak rel lori tersebut hanya dapat saya ikuti sampai dengan pasar Watu Tulis. Karena setelah pasar tersebut saya tidak lagi dapat menemukan jalur rel yang mati tersebut.
Sepenggal Sejarah Dari Bangunan Stasiun Prambon
Selamat siang sobat spoor semua, semoga tetap bersemangan dalam menjalankan aktifitas hari ini ya. Kalau tadi pagi saya sudah memposting laporan perjalanan saya ke Stasiun Tarik dan juga berita gembira terkait pengaktifan jalur baru yang menghubungkan Tarik-Sidoarjo. Maka pada siang hari ini saya akan memposting terkait tujuan akhir dari perjalanan saya kemarin saat hari Jumat. Tujuan perjalanan akhir saya adalah menuju lokasi bekas Stasiun Prambon. Saya sendiri sudah bebrapa kali pernah ke lokasi ini, namun saya tidak tahu kalau lokasi ini dulunya adalah bangunan stasiun. Saya menuju lokasi ini sekitar tahun 2012 lalu, namun tidak membawa kamera atau sejenisnya karena memang saya kira lokasi ini bukanlah lokasi stasiun.
Mungkinini dulunya adalah bangunan utama stasiun
Saya mengetahui kalau lokasi ini merupakan bekas bangunan stasiun justru dari blog teman-teman MRDuadua di Mojokerto Railfans. Kebetulan siang itu saya melintas lokasi tersebut dan sekalian saja saya juga mengabadikan gambar-gambar tersebut untuk juga di posting di blog ini. Ternyata memang benar lokasi tersebut merupakan bekas stasiun Prambon. Masih terlihat jelas terdapat papan aset milik PT KAI, dan juga beberapa bangunan yang terlihat memang seperti bekas stasiun zaman dulu.
Bangunan ini mungin dulunya adalah rumah dinas atau temapt istirahat pegawai
Kembali saya berimajinasi, bagaimana keadaan stasiun ini dulunya mengingat daerah sekitar stasiun yang saat ini jgua masih terlihat jauh dari keramaian. Lokasi stasiun ini tidak begitu jauh dari PJL Prambon, mungkin sekitar 100 meter dari PJL. Saat saya ke lokasi, tampak sepi dan lengang dari hiruk pikuknya keramaian kota. Karena hanya terdapat beberapa bangunan dan juga banyaknya pepohonan yang tumbuh disekitar bangunan tersebut.
Bangunan ini juga menjadi tempat tinggal, entah dulunya berfungsi sebagai apa. Namun yang jelas bangunan-bangunan sekitar masih cukup terawat dan suasanyanya rindang.
Namun jika diperhatikan, sepertinya ada yang menempati loaksi tersebut. Karena meskipun bangunan tersebut terlihat bangunan tua, namun masih terlihat sangat bersih dan terawat. Seperti bekas sapuan di tanah yang tidak ada daun berserakan. Dan juga terdaoat jemuran baju yang pasti milik keluarga yang menempati bangunan tersebut. Sungguh sulit dipercaya, bangunan-bangunan bersejarah tersebut masih ada dan utuh. Saya yakin, masih terdapat banyak stasiun-stasiun tua lainnya yang hingga kini perlu rasanya saya cek keberadaannya untuk daya laporkan kepada teman-teman semua.
Persiapan Pembukaan Jalur Kereta Api Tarik-Sidoarjo
Selamat pagi sahabat spoor semua, semoga sahabat semua masih dalam keadaan sehat dan tetap bersemangan menjalani aktifitas hari ini. Masih dalam laporan perjalanan saya yang kemarin, setelah kita menjelajahi jalur mati dan ke stasiun-stasiun kereta baik itu Les Padangan maupun Stasiun Tarik. Maka pada postingan kali ini saya akan mengajak sobat semua untuk menelusuri jalur kereta api Tarik-Sidoarjo. Saja, setelah meninggalkan stasiun Tarik, rencana awal saya adalah menelusuri jalur tersebut, namun berhubung hari kemarina dalah hari Jumat dan ada Jumatan di siang harinya. Maka saya memutuskan untuk berputar arah menuju jalur barus sekalian melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
Tampak petugas KAI sedang mengukur lintasan
Ada kabar gemira bagi teman-teman yang berada di darah tersebut, karena sebentar lagi jalur kereta api Tarik-Sidoarjo akan segera dibuka. Hal ini saya ketahui dari reklame pengumuman yang berada di PJL daerah Prambon. Selain reklame tersebut, bukti lain kalau jalur inin segera dibuka adalah dengan diperbaikinya berbagai macam fasilitas yang ada di PJL tersebut seperti portal penutup dan juga bebarapa bagian PJL yang sebelumnya sempat pernah rusak kini sudah kinclong seperti baru (memang benar-benar baru).
Lebar dan jarak rel ke jembatan juga diukur
Selain persiapan sarana dan prasarana serta fasilitas tersebut, saya juga bertemu dengan pegawai PT KAI yang sedang melakukan pengukuran perlintasan di petak 400 meter sebelum memasuki stasiun Tarik. Para petugas tersebut mengukur jalur rel yang akan dilintasi tersebut. Entah apa yang mereka ukur namun sekilas saya melihatrnya mereka mengukur panang rel lebar dan juga lebar jembatan beton yang ada di sekitar daerah Tarik.
Jembatan besi tersebut saya kira juga merupakan jembatan besi lama bekas rel kereta api
Selain itu pada rel baru tersebut juga di balok-baloknya terdapat jarak tempuh meter yang tertulis. Entah apa fungsi dari tulisan jarak tersebut tapi yang jelas berguna untuk mengetahui jarak saat pemeriksaan rel. Karena hari sudah cukup siang dan panas, maka saya hanya dapat sedikit memberikan laporan dan keterangan foto-fotonya.
Jalan-jalan ke Stasiun Tarik Part 2
Selamat pagi sobat spoor semua, masih dalam rangka jelajah Mojokerto. Semoga sobat masih setia mengikuti perjalanan bersama saya menelusuri jalur-jalur kereta api di Mojokerto. Pada postingan kali ini saya akan mengajak teman-teman untuk menuju tempat penjelajahan kita selanjutnya sebelum akhirnya nanti saya akan mengisahkan sebuah stasiun yang ada di Mojosari dan kini telah beralih fungsi menjadi pasar. Pada perjalanan saya kali ini saya akan mengajak teman-teman semua untuk sejenak mampir ke Stasiun Tarik. Pada postingan yang sudah lama (entah bulan dan tahun berapa) saya sudah pernah menulisnya namun tidak secara lengkap dan gamblang.
Jembatan setelah melintasi sungai Brantas
Pada tulisan kedua ini, saya harap teman-teman dapat lebih mendapatkan informasi yang lengkap serta foto-foto yang lebih detail mengenai bagaimana kondisi dan dituasi di stasiun ini. Secara letak geografis stasiun ini memang terletak di Kec Tarik. Pada Stasiun ini akan terdapat percabangan dua jalur, yaitu jalur baru yang menghubungkan Tarik-Sidoarjo dengan melintasi Stasiun baru (saya lupa namanya yang jelas berada di daerah sidoarjo dekat dengan pabrik tebu, saya sendiri jgua sudah pernah meliput stasiun tersebut yang kondisinya meskipun baru tapi sudah pecah-pecah).
Percabangan menuju Tarik dan Sidoarjo
Satu jalur lagi merupakan jalur lama yang menghubungkan stasiun Tarik dengan stasiun selanjutnya (kalau tidak salah Sta Curah Malang atau Krian, mohon maaf karena saya tidak begitu hafal ya.. hehehe). Dengan adanya percabangan dan bangunan baru tersebut, menjadikan stasiun ini memiliki emplasemen yang luas karena adanya pertambahan jalur peron kereta api. Namun jika dilihat, jalur dua stasiun ini tetap menjadi jalur kereta api langsung.
PJL sebelum Sta Tarik
Secara teknis, stasiun ini hanya menjadi tempat berhenti kereta api lokal saja, sedangkan untuk kereta api jarak jauh hanya melintas tanpa berhenti di stasiun ini. Namun saat jalur baru diresmikan dan digunakan saya juga tidak tahu apakah stasiun in iaan menjadi stasiun sentral sebagai jalur bagi percabangan kereta yang langsung menuju sidoarjo. Setiap stasiun memang memiliki keunikan dan kriterianya masing-masing termasuk stasiun ini yang memiliki tandon besar diujung sebelah timur. Jika dirunut dari sejarahnya, saya melihat sepertinya dahulu jgua sudah ada rel yang melintas dan bercabang di stasiun ini.
Melihat Stasiun Tua di Mojoanyar, Bangsal Kab. Mojokerto
Selamat pagi sobat spoor semua, dimanapun sobat berada semoga sobat selalu dalam keadaan sehat dan selalu bersemangat mejalani aktifitas sehari-hari. Sebelumnya, saya ucapkan terimakasih banyak kareba sobat masih setia mengikuti tulisan-tulisan saya di blog yang sederhana ini. Pada postingan sebelumnya, saya sudah bercerita banyak mengenai jalur mati yang ada di Mojokerto. Namun sebenarnya saat saya berangkat menuju lokasi jalur mati tersebut, saya juga menemukan sebuah bangunan lama yang saya pikir dulunya berfungsi sebagai halte ataupun stasiun kereta api.
Terlihat nyala lampu dari kejauhan
Letaknya berada di daerah Mojoanyar-Bangsal, masih dalam kabupaten Mojokerto. Sebenarnya saya juga tidak sengaja berhenti di lokasi tersebut, karena saat melewati PJL saya melihat ada sebuah cahaya dari kejauhan yang saya pikir cahaya tersebut berasal dari lampu lokomotif yan akan melintas. Dan benar saja hanya menunggu beberapa menit, melintaslah rangkaian kereta api lokal Rapih Dhoho. Jadi dalam beberapa menit tersebut saya mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Pertama saya mendapatkan foto stasiun tua tersebut,d an yang kedua saya mendapatkan foto kereta api.
Gambar ini masih sedikit agak jauh, karena saya menggunakan zoom kamera
Saya sendiri ssudah sering melintas di lokasi ini, namun baru kali ini saya melihatnya. PJL ini masih termasuk ke dalam katagori perlintasan liar. Karena memang tidak berpalang pintu meskipun ada penjaga perlintasannya. Namun penjaga perlintasan tersebut juga bukanlah seorang pegawai PT KAI karena tidak menggunakan seragam PT KAI. Dan yang lebih membuat saya bergembira adalah, ternyata warna dari co hanger lokomotif tersebut berwarna merah. Yang sempat membuat saya penasaran, karena teman saya di Yogyakarta pernah mengajak saya untuk hunting lokomotif dengan co hanger merah.
Jelajah Jalur Mati Les Padangan - Perning
Selamat sore sahabat spoor, semoga masih tetap sehat dan semangat beraktifitas ya. Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, kalau pagi hari ini Jumat 13 Juni 2014 saya mengadakan perjalanan napak tials menjelajahi jalur mati yang ada di Mojokerto. Kalau sebelumnya saya sudah mengajak teman-teman untuk menjelajahi jalur mati yang ada di Gedeg hingga ke Stasiun Les Padangan. Maka pada postingan kali ini saya akan mengajak teman-teman untuk kembali menelusiri jalur mati dari Stasiun Les Padangan menuju ke arah Perning Mojokerto.
Papan aset ini berada di tengah-tengah perumahan warga
Waktu menjelajahi lokasi ini, waktu masih menunukkan pukul 07.30 WIB, yang mana jalan masih ramai dengan orang-orang yang pergi kekantor ataupun siswa siswi yang berangkat menuju sekolah. Namun keramaian jalan raya tidak sediktipun menyurutkan niat saya untuk melanjutkan penjelajahan ini. Setelah meninggalkan Stasiun Les Padangan, saya masih terus mengukuti jalan desa yang dulunya adalah rel kereta api. Sisa-sisa dari sejarah tersebut masih bisa saya lihat dari papan petunjuk aset milik PT KAI yang berada di tengah desa tepatnya di pinggir jalan desa tersebut.
Jalan ini dulunya adalah rel kereta api (ujung jalan ini adalah stasiun les padangan, foto diambil dari arah timur)
Paling tidak setelah keluar dari Stasiun Les Padangan, saya menemukan dua plang tanda aset milik PT KAI yang ada di sektiar lokasi tersebut. Terus melanjutkan ke arah Timur maka kita akan menemukan pabrik Ajinomoto yang mana kalau dilihat dulunya rel kereta api juga melintas didepan pabrik tersebut. Namun saya mencoba mencari sisa-sisa dari rel tersebut saya tidak menemukan sesuatu apapun. Hal ini mungkin dikarenakan adanya pelebaran jalan raya yang memakan jalur kereta api. Karena dari kondisi topografinya, jalan raya tersebut mengalami pengurukan beberapa meter dari tanah aslinya. Sepertinya pembangunan jembatan besi tersebut sudah menghilangkan sisa sejara kereta api yang ada disekitar lokasi.
Masih terlihat papan aset milik PT KAI di jalan desa
Namun saat saya terus berjalan ke arah Timur, saya kembali menemukan plang petunjuk aset milik PT KAI yang juga berada di tengah-tengah bangunan warga. Dimana plang tersebut menyempil diantara bangunan yang ada. Kembali melanjuti ke arah timur lagi, saya kembali menemukan sisa peninggalan jalur kereta api yang sangat jelas, yaitu adanya sisa-sisa besi rel kereta api yang masih tertanam di tanah sekitar plang aset tersebut.
Sepenggal Sejarah Dari Stasiun Les Padangan Mojokerto
Selamat siang sobat spoor pengunjung setia Dipo Lokomotif Mojosari. Semoga pada siang hari ini sobat semua masih dalam keadaan sehat dan tetap bersemangat. Setelah saya mengajak teman-teman untuk jelajah jalur mati yang ada di Gedeg hingga Padangan, kini saya akan mengajak teman-teman untuk melihat kondisi Stasiun Les Padangan di tahun 2014 ini. Padahal stasiun ini sudah lama berdiri dan saya sendiri sudah bolak balik ke Mojokerto. Namun baru hari ini saya melihat bangunan stasiun ini secara langsung.
Bangunan stasiun tampak dari sebelah Timur
Lokasi stasiun ini saya temukan setelah saya melakukan jelajah jalur mati yang ada di Gedeg. Setelah melintasi terminal Les Padangan dan menyebrang jalan saya menemukan sebuah bangunan yang bentuknya seperti kerangka stasiun. Pada awalnya saya sendiri tidak menduga kalau itu adalah bekas Stasiun Les Padangan. Melihat dari kondisi bangunan dan padatnya bangunan perumahan penduduk di lokasi tersebut.
Masih terlihat sedikit terawat, jendela stasiun yang besar khas bangunan Belanda
Lokasi stasiun ini cukup mudah dijangkau karena tepat berada di loaksi perumahan. Jika dilihat kembali, stasiun ini menghadap dari arah Utara ke Selatan karena melihat jalur yang melintasi di stasiun ini dari arah Barat ke Timur. Peron stasiun ini pun kini sudah menjadi jalan warga dan stasiunnya sendiri sudah menjadi garasi mobil dan tempat menyimpan barang warga. Bangunan ini masih terlihat kokoh meskipun atapnya sudah lubang disana sini dan hampir tidak utuh lagi.
Pintu masuk stasiun dari arah Selatan
Namun distasiun inilah, tersimpan sejarah perjalanan kereta api di tanah Jawa yang perlu kita ungkap. Saya sangat senang dan gemar melihat bangunan-bangunan tua khsusunya yang amsih berbentuk stasiun seperti ini karena dari bangunan inilah saya bisa mengambil pelajaran dan mencoba flashback jauh ke tahun dimana saat stasiun ini masih beroprasi. Saya mencoba membayangkan bagaimana dulunya jalur yang melintas dan kondisi sekitar stasiun di tahun kejayaannya.
Dilema Jalur Mati Yang Dipenuhi Bangunan Warga
Selamat pagi sobat spoor semua, semoga sobat selalu dalam keadaan sehat dan bersemangat. Mohon maaf kalau sudah hampir seminggu ini saya tidak mengupdate berita di blog ini. Maklum, beberapa hari ini saya disibukkan dengan tugas-tugas kuliah yang sebentar lagi memasuki minggu-minggu tenang masa ujian akhir semster. Namun datangnya ujian dan banyaknya tugas bukan berarti saya tidak akan mengupdate blog ini, karena seminimal apapun waktu yang saya miliki saya selalu berusaha untuk menulis di blog ini. Ini saya lakukan demi keberlangsungan Dipo Lokomotif Mojsari.
Salah satu bangunan yang menempati aset milik PT KAI
Dan pada tulisan saya kali ini, saya akan mengajak teman-teman untuk merefleksikan kebali jalur-jalu kereta api yang ada di Indonesia, khsusunya di tanah Jawa. Setiap kali melakukan perjalanan darat maka yang sering saya lakukan adalah mencari sisa-sisa dari jalur mati kereta api yang masih menjadi aset milik KAI. Seperti halnya jalur-jalur mati yang ada di wilayah Mojokerto-Mojosari-Watu Kosek (Pasuruan). Yang mana, sepanjang jalan dari rumah mbah saya di Mojokerto,akan ditemukan plang-plang besi milik PT KAI yang menunjukkan tanda kepemilikan akan aset tersebut.
Pada tahun 1990-2000an saat saya masih kecil, saya masih dapat menemukan sisa-sisa dari perlintasan kereta api yang melintas di daerah Gedeg-Kemantren depan rumah mbah saya. Saya masih bisa melihat beberapa rel kereta api yang masih tertanam di tanah dan masih terdapat beberapa balok rel yang terbuat dari besi. Saat itu kondisi perlintasan itu masih sepi dari bangunan dan hanya terdapat kebun-kebun dan pohon-pohon. Hal ini justru berbeda jauh dengan apa yang saya lihat saat ini, dimana terdapat sekali banyak bangunan-bangunan yang berdiri diatas tanah milik PT KAI tersebut.
Jelajah Jalur Mati Gedeg - Kemantren - Padangan Mojokerto
Selamat pagi sobat semua, semoga sobat semua selalu dalam keadaan sehat dan selalu bersemangat untuk menajlankan aktifitas hari ini. Pada beberapa psotingan kali ini saya akan membahas mengenai jalur mati hingga stasiun-stasiun yang ada di wilayah Mojokerto. Karena kebetulan dari hari Kamis-Minggu tanggal 15 besok akan ada di Mojokerto. Maka pada hari Jumat ini tepat pukul 05.30 saya meninggalkan rumah di Mojosari untuk melakukan tracking jalur mati yang sudah saya persiapkan satu hari sebelumnya. Dengan berbekal kamera pocket dan sepeda motor pagi hari ini saya memulai perjalanan saya.
Bekas pondasi jembatan yang masih tersisa
Lokasi pertama yang saya tuju adalah ujung dari Gedeg, dimana saat melewati jembatan saya masih melihat sisa-sisa dari perlintasan rel lama. Tanda utama yang saya lihat adalah, masih adanya beton peyangga jembatan di tepi sungai sebelah Barat. Dan disisi Timurnya sudah terdapat bangunan berupa pos ronda milik warga desa. Maka saya memulainya dari arah paling Barat dengan mengikuti jejak dari beton jembatan yang masih ada. Namun setelah saya menyebrangi sungai tersebut, saya sedikit hilang arah setelah masuk ke dalam desa. Karena minimnya tanda-tanda yang saya temukan di desa tersebut selain adanya plang besi yang menunjukkan aset milik PT KAI.
Terlihat jelas bekas pondasi jembatan yang masih tersisa
Saya mencoba untuk tracking ke arah lebih Barat lagi, namun sayang hasilnya nihil. Saya justru kehilangan jejak, karena terdapat banyak sekali persimpangan yang membuat saya sulit membedakan mana yang bekas jalur kereta api dan mana yang jalan biasa. Karena kesemuanya hampir mirip dan menuju ke arah yang sama. Saya mencoba melihat dari sisa-sisa betona taupun balok kayu dan rel kereta namun saya tidak menemukan satupun tanda-tanda tersebut. Yang saya lihat hanya rumah-rumah yang dapat saya pastikan dulunya itu adalah rel kereta api. Selebihnya saya tidak tahu lagi kemana rel tersebut mengarah.
Kemungkinan pondasi ini adalah bekas bangunan lama
Karena saya kehilangan jejak dari rel tersebut, maka saya putuskan untuk menjadikan titik paling Barat lokasi saya kehilangan ujung rel tersebut menjadi titik awal penelusutran jalur mati di Gedeg hingga nantinya berujung di Les Padangan. Saya kembali menelusuri lokasi yang sudah sempat saya lewati tadi dan kembali menyebrangi jembatan untuk terus mengikuti dan mengambil gambar jalur kereta api mati tersebut. Lokasi jalur mati yang berada di Gedeg Mojokerto ini tepat berada di sisi kiri jalan raya (dari arah Barat) bersebelahan langsung dengan sungai kecil, jalan raya, dan juga tanggul sungai Brantas.
Hindu Center of Trowulan
Entah yang satu ini tempat apa, karena memang saya tidak turun dan bertanya-tanya disana. Namun kalau dilihat dari papan nama yang ada tertulis Hindu Centre dan banyak terdapat barang-barang antik didalamnya. Didepannya terdapat banyak sepeda onthel yang memiliki nilai historis. Lokasinya tepat berada di sisi utara segaran Trowulan.
Segaran Trowulan
Hampir mendekati akhir-akhir dari perjalanan kita teman-teman. Sebelum kita mengakhiri perjalanan jelajah Mojokerto, saya akan mengajak ke satu tempat lagi yaitu segaran Trowulan yang ada di depan Musium Trowulan. Di musim hujan ini banyak sekali orang-orang yang mancing di segaran ini. Dan di sekitar segaran banyak orang yang menjual lalapan wader.
Cagar Budaya Wringin Lawang Trowulan
Setelah dari Cndi Brahu Sekarang saya akan mengajak sobat ke tempat tujuan wisata selanjutnya yang juga masih berada di kawasan Trowulan. Nama tempat ini adalah Cagar Budaya Gapura Wringin Lawang. Jarak gerbang ini sedikit jauh karena harus melalui jalan raya utama. Konon kalau melihat fungsinya, gerbang ini dahulunya merupakan gerbang masuk ke areal kawasan Kerajaan Maapahit. Hal ini bisa dilihat dari posisi gerbang yang berada di sebelah utara dari pusat kerajaan dan masih menjulang tinggi dan kokoh layaknya sebuah gerbang. Mungkin gerbang inilah saksi bisau dari perjalanan sebuah kejayaan Kerajaan Majapahit yang pernah ada di nusantara.
Candi Brahu Trowulan
Selamat pagi teman-teman, sudah beberapa hari ini saya mengajak teman-teman untuk menjelajahi wisata sejarah yang ada di Trowulan Mojokerto. Pagi hari ini saya juga akan mengajak teman-teman untuk mengunjungi satu candi lagi yang terletak di Trowulan. Mungkin candi ini akan menjadi candi terakhir yang akan kita kunjungi. Namanya adalah Candi Brahu, candi ini terletak tidak jauh dari Candi Gentong. Yang membedakan candi ini dari Candi Gentong adalah keadaan candi yang masih utuh dan menjulang tinggi ke langit. Untuk masuk ke candi, pengunjung hanya dikenakan uang parkir seesar 2000 rupiah saja. Mari langsung saja kita lihat foto-fotonya. Oh iya, jangan lupa ya, "Kenali Sejarahmu dan Cintai Negerimu"....
Situs Candi Gentong Trowulan
Selamat pagi sahabat semua pengunjung Dipo Lokomotif Mojosari. Pagi hari ini, saya akan kembali mengajak teman-teman untuk melanjutkan perjalanan kita ke candi berikutnya. Dimana candi ini jug amasih termasuk dalam situs peningalan purbakala di komplek Trowulan. Candi yang akan kita kunjungi ini dinamakan Candi Gentong. Menurut pekerja yang ada di sana, Candi Gentong ini juga mengalami pemugaran pada masa kerajaan Majapahit. Yangmana candi ini telah ada sejak lama jauh sebelum lahirnya Kerajaan Majapahit. Candi Gentong sendiri terdiri dari dua candi dan semua candi sudah hampir rata dengan tanah. Namun diusahakan dengan diberi penutup atap agar batu-batu candi dapat lebih awet karena terhindar dari panas langsung sinar matahari dan jug aguyuran air hujan. Candi ini terbuat dari batra merah yang ditumpuk. Namun jangan salah sobat, batu merah yang digunakan tidaklah seperti batu merah kebanyakan yang dibuat saat ini. Batu merah yang digunakan untuk membuat candi besar besar serta tebal. So, langsung saja kita lihat ke YKP ya sobat.
Candi Minakjinggo Trowulan
Setelah usai dari makam Campa tadi, sekarng saya akan mengajak teman-teman pengunjung setia Dipi Lokomotif Mojosari untuk menuju tempat wisata candi selanjutnya yaitu Candi Minakjinggo. Lokasinya hanya berjarak beberapa meter dari lokasi makam.
Makam Ratu Campa Trowulan
Setelah dari museum Trowulan, saya akan mengajak sobat setia pengunjung Dipo Mojosari untuk jalan-jalan menuju tempat selanjutnya yaitu makam Ratu Campa. Makam ini berada tidak jauh dari lokasi museum dan juga kolam segaran yang ada di Trowulan. Namun saat saya ke sana keadaan makam sedang sepi tak berpenghuni. Bahkan pintu makampun tertutup rapat.
Jalan menuju komplek makam
Pintu komplek makam
Lorong menuju makam
Situs Pemukiman Trowulan
Situs yang satu ini juga berada satu komplek dengan Museum Trowulan. Yang mana situs pemukiman berada di sebelah selatan dari bangunan musium.
Musium Majapahit Trowulan
Kalau tadi kita sudah keliling beberapa candinya, sekarang saya akan mengajak sobat semua untuk langsung menuju ke pusat musium Majapahit yang ada di Trowulan ya. Museum ini memuat berabagai macam barang purbakala peninggalan dari kerajaan Majapahit. Mulai dari arca, mata uang koin, kramik-kramik, hingga pernak pernik dan juga alat-alat rumah tangga yang digunakan pada masa lalu. Harga tiket masuknya cukup murah hanya 2500 rupiah untuk sekali masuk. Untuk uang parkir dikenakan sebesar 2000 rupiah. Bagi sobat yang tinggal di sekitar Kota Mojokerto kiranya bisa untuk berkunjung ke tempat ini.
Langganan:
Postingan (Atom)