Nah sobat semua, postingan kali ini merupakan sambungan dari postingan sebelumnya. Karena postingan sebelumnya memaut banyak sekali foto dan tidak muat untuk semuanya, maka saya sambugn pada postingan ini. Postingan ini penjelajahan berakhir di jembatan Timur dari Stasiun Muntilan. Sampai bertemu pada postingan selanjutnya yaitu Jelajah jalur Muntilan-Magelang ...
orange
Tampilkan postingan dengan label JALUR MATI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label JALUR MATI. Tampilkan semua postingan
Jelajah Jalur Mati Yogyakarta-Muntilan Part 1 ( Lengkap Dengan Foto)
Selamat pagi sobat semua dan Salam Spoor...!!! pada pagi hari yang berbahagia ini saya akan mengajak sobat semua untuk menjelajahi jalur mati yang ada di Kota Yogyakarta. Pada tahap awal postingan ini, saya akan mengajak sobat untuk melakukan tracking dari titik awal di daerah Sleman lebih tepatnya dari depan Terminal Jombor. Jalur yang akan kitatrackign ini merupakan jalur KA yang dulunya menghubungkan antara Kota Yogyakarta-Muntilan-Magelang-Secang-Temanggung-Parakan-Bedono-Ambarawa yang mana perpisahan(percabangan jalur) terdapat di Stasiun Secang). Jalur yang ada di depan Terminal Jombor merupakan jalur lanjutan percabangan dari Stasiun Tugu Yogyakarta. Dulunya di sisi Barat Stasiun Tugu terdapat tiga buah percabangan jalur rel KA. Selatan menuju arah Stasiun Ngabean, Barat menuju Bandung dan Jakarta, serta Utara menuru arah magelang dan Ambarawa. namun saat ini yang masih aktif adalah jalur yang ke arah Bandung dan Jakarta saja.
Inilah Kondisi Terkini Dari Bangunan Bekas Stasiun Palbapang di Bantul, Yogyakarta
Selamat pagi sobat semua dan
Salam Spoor...!!! Pada kesempatan kali ini saya akan mengajak sobat semua untuk
jalan-jalan melihat kondisi bangunan yang dulunya merupakan bekas stasiun Palbapang
di daerah Bantul, Yogyakarta. Sebenarnya pada hari itu, niatan saya adalah
menjelajahi jalr mati yang ada di daerah Bantul hingga ke daerah Brosot. Konon
jalur mati kereta api tersebut merupakan jalur kereta yang berada di silayah
paling Selatan daerah Yogyakarta. Namun saat saya mencoba mencari informasi
lebih jauh lagi mengenai keberadaan jalur mati KA tersebut, sangat disayangkan
karena jalur tersebut mati bukan akibat tidak diaktifkan lagi melainkan memang
sudah diangkat menuju Burma saat pendudukan Jepang di Indonesia
Saya sendiri memang tidak dapat
menemukan sisa-sisa jejak bekas rel kereta, karena memang besar sekali kemungkinan
pasukan Jepang tidak menyisakan satupun dari bantalan ataupun batang rel
kereta. Keberadaan stasiun Palbapang sendiri saya ketahui pertama kali saat
saya melihat adanya tiang bekas sinyal telegraph yang memiliki dua arah yaitu
ke kanan dan ke kiri, yang terletak di perempatan jalan dari arah Bantul menuju
Yogyakarta. Saat melihat ke aspal jalan, di sana kit amasih bisa melihat adanya
persimpangan atau yang sering disebut sebagai jalur cross antara jalur dari
arah Bantul menuju Yogyakarta dan juga jalur dari arah Bantul menuju Brosot.
Keberadaan tiang telegraph tadi
menandakan bahwa dari lokasi tersebut tidak jauh dari bangunan stasiun. Benar
saja sobat, setelah saya menghubungin salah satu teman saya Muhammad
Shalahuddin yang juga salah satu anggota dari Komunitas Roemah Toea Djogjakarta
dirinya membenarkan bahwa tidak jauh dari lokasi tersebut terdapat stasiun
paling ujung yang ada di wilayah Bantul yaitu Stasiun Pelbapang. Setelah saya
memacu sepeda motor saya menuju lokasi tersebut, saya terkaget, karena bangunan
bekas stasiun tersebut terlihat masih utuh dan terawat. Hal tersebut
dikarenakan pada lokasi yang dulunya merupakan stasiun tersebut telah beralih
fungsi menjadi terminal dan kantor dinas perhubungan.
Inilah Kondisi Stasiun Purworejo Terbaru Saat Ini (Foto Terlengkap Dari Segala Sudut)
Fotografer dan laporan: Haryo Prasodjo dan Naufal Nafi Mohammad
Selamat pagi sobat semua dan
Salam Spoor...!!! Setelah saya membawa sobat semua untuk menjelajahi jalur
kereta api yang menghubungkan antara Stasiun Kutoarjo dengan Stasiun Purworejo
beberapa waktu lalu. Pada kesempatan kali ini saya akan mengajak sobat semua
untuk mengetahui lebih dalam terkait dengan kondisi bangunan Stasiun Purworejo
di tahun 2015 ini. Saya sendiri memasuki stasiun ini dari arah Selatan, tepat
melalui jalur rel yang memasuki stasiun tersebut. Dari arah Selatan, tampak
sinyal pantograf yang meskipun sudah dibalut dengan karat namun masih berdidi
kokoh. Melalui arah Selatan juga saya bisa melihat setidaknya hanya terdapat
dua buah jalur rel yang ada di stasiun tersebut. Sepertinya jalur tersebut
memang digunakan untuk maju dan mundurnya lokomotif yang berdinas menarik
rangkaian kereta saat stasiun tersebut masih aktif, yaitu untuk maju dan
kembali mundur menuju arah Kutoarjo.
Kondisi bangunan stasiun tersebut
saat ini masih terlihat berdiri kokoh dan terawat dengan baik. Bangunan stasiun
sendiri berada di sisi Timur dan terdapat lapangan luas di bagian sisi
Baratnya. Pada bagian Selatan setelah sinyal masuk juga terdapat tandon tangki
tempat penyimpanan air yang saya rasa dulunya berfungsi untuk mengisi air untuk
operasional lokomotif uap. Seiring berjalannya waktu, meskipun masih berdiri
kokoh namun tangki tersebut sudah mulai berkarat. Kembali pada bagian Barat
stasiun yang terdapat lapangan yang luas, saya rasa dulunya tanah lapang yang
masih menjadi aset milik KAI tersebut merupakan bekas jalur rel di Stasiun
Purworejo saat masih beroperasi.
Ada hal yang menarik di stasiun
ini, yaitu pada masa peralihan saat pendudukan Belanda dan Jepang di Indonesia,
stasiun ini merupakan stasiun yang juga melayani relasi antara Kutoarjo hingga
menuju Magelang, Secang, Temanggung, hingga Ambarawa. Informasi tersebut saya
dapatkan dari teman saya Naufal Nafi Mohammad yang kebetulan pada hari itu
bertugas sebagai fotografer kami. Naufal bercerita bahwa pada masa peralihan
dulu, saat kakeknya dikejar-kejar oleh tentara. Kakeknya melakukan pelarian
menuju Magelang dengan menggunakan kereta api dari Stasiun Purworejo. Seiring
dengan berjalannya waktu, stasiun tersebut kini menjadi stasiun terminus untuk
wilayah kawa tengah di bagian Utara. Fakta unik lainnya yang dapat saya temukan
dari stasiun ini adalah, bangunannya yang besar dan megah membuat saya
menduga-duga bahwa stasiun ini dulunya merupakan stasiun kelas 1.
Inilah Kondisi Jalur Rel Yang Menghubungkan Kutoarjo-Purworejo Saat Ini (Full Foto Lengkap)
Selamat pagi sobat semua dan Salam SPoor...!!!! Tema besar perjalanan kali ini adalah jelajah Kutoarjo-Purworejo. Jika sebelumnya saya mengajak sobat semua untuk melihat kondisi rangkaian gerbong barang yang terparkir di sebelah Timur Stasiun Kutoarjo dan juga proyek yang ada di sisi Timur Stasiun Kutoarjo. Maka pada kesempatan kali ini saya akan mengajak sobat semua untuk bersama-sama menjelajahi jalur kereta api yang ada di petak tersebut. Dari informasi yang saya dapatkan dari pegawai pusat PT KAI bagian pemelihara bangunan bersejarah dan aset milik PT KAI saat seminar di kampus saya adalah, bahwa status dari jalur tersebut adalah mati suri. Di mana nantinya akan dijalankan sebuah KA lori wisata yang akan melintas di petak Kutoarjo-Purworejo, yang akan dijalankan seminggu sekali. Karena kebetulan saat itu saya sedang berada di Kutoarjo dan membawa sepeda motor, maka sekalian saja saya melakukan pnejelajahan jalur tersebut.
Titik pertama dari penjelajahan jalur tersebut saya mulai dari lokasi parkir gerbong barang atau yang biasa di sebut dengan percabangan jalur KTA-PWR yang akan terus menuju ke arah Utara. Pada titik awal ini jalur sudah tidak bisa terlihat dengan mata karena sudah mulai terututp dengan rimbunan rumput dan pohon liar yang tumbuh di jalur rel tersebut. Keberadaan rel dapat diketahui karena adanya gerbong barang yang terparkir di atasnya. Namun demikian saat melintas di persimpangan jalan, batang rel sudah hampir terututp dan rata dengan permukaan tanah disekitarnya. Terus menuju ke arah Utara, saya mencoba menjelajahi jalur tersebut dengan terus mengikutinya melalui jalan setapak yang terdapat di dekat rel. Namun usaha kami menemui jalan buntu ketika kami melihat adanya jembatan, karena sangat tidak memungkinkan sepeda motor kami melewati atas jembatan kereta api tersebut. Maka mau tidak mau kami terpaksa untuk mencari jalan lain yang dapat kami lalui.
Untuk itu kami putuskan untuk lewat di jalan desa, meskipun sedikit melambung namun kami tetap memberikan patok pada jalur KA tersebut yang harus selalu berada di sebelah kanan kami. Maka saat jalan rel KA kembali terlihat dari jalan yang kami lalui, kami kembali mengambil beberapa dokumentasi gambar. Setelah jalur rel melintas di persimpangan dengan jalan raya KTA-PWR maka kami memutuskan untuk mengambil jalna pintas dengan cara berjalan di tengah-tengah rel KA tersebut hingga menuju PWR. Setelah beberapa meter lepas dari perlintasan tersebut, kami menemukan bahwa jalur rel melintas di belakang sebuah pabrik. Jalur pada petak ini sangat memprihainkan karena sudah teruttup dengan rerumputan, genangan air, dan juga ada bebebrapa bagian yang tertutup dengna tanah sekitarnya.
Inilah Nasib Rangkaian Gerbong Pengangkut Semen di Daerah Kutoarjo
Selamat pagi sobat semua dan
Salam Spoor...!!! Pada kesempatan kali ini saya akan mengajak sobat semua untuk
melihat keadaan gerbong-gerbong barang yang terparkir di sebelah Timur Stasiun
Kutoarjo. Awal niat perburuan kereta api saat itu adalah hunting foto di
Stasiun Wojo, namun saat ditengah jalan, terlintas dalam benak saya untuk
hunting di Stasiun Kutoarjo. Sebelumnya saya juga sudah pernah hunting di
stasiun tersebut, namun saat itu saya tidak membawa sepeda motor untuk
akomodasi sehingga sulit bagi saya untuk menjelajahi berbagai spot menarik yang
ada di sekitar stasiun tersebut. Nah, karena saat itu saya bersama si Indro
Naufal (Naufal Nafi Mohammad) membawa satu motor, maka langsung saja kami geber
motor kami menuju arah Kutoarjo dan melupakan sejenak untuk berburu di Stasiun
Wojo.
Setibanya saya di daerah Kutoarjo
pertama-tama saya mencoba untuk menjelajahi spot di bagian Barat Stasiun
Kutoarjo, namun sayang, saya tidak menemukan spot menarik di bagian tersebut.
Hal tersebut dikarenakan pada bagian Barat Stasiun Kutoarjo lebih didominasi
oleh jalur track yang lurus dengan banyak tiang telegraph lama dan baru baik di
bagian sisi kanan dan kiri rel. Maka saya bersama Indro Naufal memutuskan untuk
kembali memutar arah menuju arah Timur untuk berburu foto di bagian Timur
Stasiun Kutoarjo. Lokasi tersbut sebelumnya pernah saya lihat saat saya pergi
ke Kutoarjo pertama kalinya dengan menggunakan KA Prameks. Di lokasi tersebut
terdapat sebuah jalur percabangan yang menghubungkan antara Stasiun Kutoarjo
menuju Stasiun Purworejo. Jalur tersebut sudah terlihat tidak terawat dan
terdapat banyak sekali gerbong barang terparkir sepanjang alur tersebut.
Saya perkirakan terdapat sekitar
30-50 an gerbong terparkir di sana. Karena menggunakan sepeda motor, mudah saja
bagi kami berdua menjangkau wilayah tersebut. Sesampainya di dekat deretan
gerbong tersebut, saya baru menyadari bahwa gerbong tersebut dulunya merupakan
beberapa gerbong yang pernah digunakan untuk mengangkut batu ballast dan ada
juga gerbong yang digunakan untk mengangkut semen. Seiring dengan berjalannya
waktu, gerbong tersebut kini sudah tidak lagi digunakan sebagai alat angkutan.
Belum lagi dengan kemajuan tekhnologi yang dimiliki INKA, kini telah hadir
berbagai macam varian gerbong barang terbaru dengan model dan tekhnologi yang
lebih baru dibandingkan dengan gerbong-gerbong tersebut.
Inilah Peta Perkembangan Jalur Rel KA di Jawa, Sumatera, dan Madura
Selamat pagi sobat semua dan
Salam Spoor...!!!! Rasanya sulit sekali untuk mengetahui lebih jelas mengenai
perkembangan jalur rel yang pernah ada di Indonesia. Sebagai generasi tahun
80-90, hingga genrasi tahun 2000-an mungkin kita hanya dapat menikmati sejarah
perjalanan kereta api di Indonsia hanya dapat kita nikmati dari sisa-sisa jalur
rel yang sudah mati. Meskipun kit adapat menikmatinya, namun sayang, yang hanya
dapat kita nikmati hanya sebuah jalur rel mati yang sudah tidak lagi dilewati
oleh KA. Lebih mengenaskan lagi, jika tidak hanya sudah mati, tapi relnya pun
sudah tidak ad adan beralh fungsi menjadi jalan desa ataupun bangunan ruko dan
warung pinggir jalan.
Namun saat saya berkunjung ke
Lawang Sewu saya menemukan sebuah peta zaman Hindia Belanda mengenai
perkembangan pembangunan jalur rek KA yang ada di pulau Sumatera, Jawa, dan
Madura. Dari gambar peta tersebut saya dapat melihat betapa banyaknya jalu rel
KA yang ada di Indonesia. Bahkan menurut sejarah yang ada jalur rel KA kita
pernah di bawa ke Burma oleh Jepang sepanjang 900 kilometer. Namun hingga kini
yang tersisa dari jalur rel yang masih hidup mungkin belum separuhnya dari
jalur yang pernah ada di Indonesia.
Maka dari itu, pada kesempatan
kali ini saya akan mencoba untuk mengajak sobat semua melihat lebih lanjut
tentang perkembangan jalu rel yang ada di Indonesia. Yaitu melalui sebuah peta
perkembangan jalur rel dari tahun 1800 an hingga rahun 1900 an. Semoga beberapa
gambar yang saya abadikan ini dapat bermanfaat bagi sobat semua yang ingin
mengetahui mengenai jalur rel yang pernah ada di Indonesia.
Jelajah Jalur Mati di Kota Parakan-Kota Temanggung
Selamat pagi sobat semua dan
Salam Spoor...!!!! Pada kesempatan kali ini saya akan mengajak sobat semua
untuk bersama-sama kita melakukan jelajah jalur mati yang ada di wilayah
Parakan hingga Temanggung. Pada hari sebelumnya saya sedang melakukan perjalanan
dari Yogyakarta menuju Pekalongan dengan menggunakan KA Prameks hingga
Purwosari bersambung dengan KA Kalijaga hingga Semarang Poncol dan bersambung
dengan Kaligung Mas hingga Pekalongan. Kembalinya dari Pekalongan saya kembali
ke Yogyakarta dengan menggunakan sepeda
motor. Hal ini tentunya tidak saya sia-sakan untuk sambil berburu dan jelajah
jalur mati yang ada di daerah Parakan hingga Temanggung.
Titik awal penjelajahan jalur mati, Plang yang berada di Parakan
Jalur KA yang ada di daerah ini
merupakan jalur KA yang dibangun oleh NIS, hal tersebut saya ketahui dari
informasi sebuah tulisan yang ada pda batangan rel mati yang terdapat di
beberapa petak yang saya jumpai dan sempat potret. Saat masa jayanya, besar
kemungkinan jalur ini merupakan jalur yang juga menghubungkan antara
Parakan-Temanggung-Magelang-Secang-Wonosobo. Saya sendiri mengetahui adanya
jalur mati di wilayah ini pertama kalinya saat saya pergi ke Pekalongan dengan
menggunakan travel. Dari kaca jendela mobil travel saya bisa melihat beberapa
plang besi pengumuman dan patok milik PT KAI yang terdapat sepanjan gjalan dari
Kota Magelang hingga Parakan.
Terus menguikuti panah merah menuju Temanggung
Sayangnya saat saya melakukan
penjelajahan halur mati tersebut tidak semudah saat saya melihat plang dari
dalam kaca mobil. Karena jalur KA yang terdapat di daerah Parakan tersebut
memiliki jalur yang berbelo-belok dari arah Barat hingga Timur. Saya mencurigai bahwa lokasi Stasiun Parakan
tersebut terdapat tepat ditengah Kota Parakan, yaitu saat saya melihat sebuah
tiang sinyal yang berada di tengah-tengah jalan raya, yang saya perkirakan
dulunya adalah jalur kereta api. Namun titik awal yang saya gunakan untuk
menjelajahi jalur mati di lokasi ini yaitu dari bekas jembatan yang ada di
Parakan. Jembatan itu berwarna merah membentang melintas di atas jalan raya.
Jelajah Jalur Mati Bantul-Yogyakarta Part 2
Melanjutkan penjelajahan jalur sebelumnya ya sobat, foto-foto ini merupakan foto lanjutan dari penjelajahan jalur sebelumnya yaitu Bantul-Yogyakarta. Bagian ini merupakan bagian ke 2 dari postingan sebelumnya yang jgua bisa dilihat di sini Jelajah Jalur Mati bantul-Yogyakarta Part1.
Saat akan memasuki Stasiun Ngabean, saya perkirakan sepertinya terdapat dua jalur. Hal tersebut dapat saya lihat dari luas dan ketinggian ntanah sebelum masuk Stasiun dari arah Selatan. Sayangnya diatas tanah ini sudah dibangun sebuah kantor kecamatan. Berikut beberapa foto lanjutannya yang terpotong dari postingan sebelumnya.
Saat akan memasuki Stasiun Ngabean, saya perkirakan sepertinya terdapat dua jalur. Hal tersebut dapat saya lihat dari luas dan ketinggian ntanah sebelum masuk Stasiun dari arah Selatan. Sayangnya diatas tanah ini sudah dibangun sebuah kantor kecamatan. Berikut beberapa foto lanjutannya yang terpotong dari postingan sebelumnya.
Jelajah Jalur Mati Bantul-Yogyakarta (Stasiun Ngabean) (PART 1)
Selamat pagi sobat semua dan Salam SPoor.. Pada kesempatan kali ini saya akan mengajak sobat semua untuk bersama-sama menjelajahi sisa-sisa jalur mati yang menghubungkan daerah Bantul dengan Kota Yogyakarta. Titik awal penelusuran kali ini adalah dari daerah Bantul yang berada di sebelah Selatan Kota Yogyakarta. Awal mula yang membuat saya penasaran dengan adanya jalur mati KA di daerah ini adalah, saat saya berkunjung ke rumah teman saya yang berada di Bantul. Selama dalam perjalanan saya kaget, karena saat saya melihat di sisi sebelah Barat jalan Yogyakarta-Bantul saya menemukan sisa-sisa batangan rel yang terkubur oleh aspal jalanan. Awalnya saya kira batangan rel tersebut hanya berada di seputaran wilayah Yogyakarta saja, namun setelah saya memasuki daerah Bantul saya masih dapat melihat sisa-sisa batangan rel tersebut.
Titik awal penelusuran, dari informasi yang saya dapatkan. Tiang ini merupakan tiang inti telegraph yang terdapat setiap akan memasuki stasiun besar di masa lalu.
Sepulangnya saya dari rumah teman saya tersebut, saya kembali memacu sepeda motor saya untuk melihat lebih detail sisa-sisa batangan rel tersebut. Kebetulan posisi arah saat saya pulang sejajar dengan bekas jalur mati tersebut, yaitu berada di sebelah kiri saya dan saya memacu sepeda motor saya ke arah Utara. Setelah saya perhatikan dan pastikan benar saja, batangan rel yang terkubur tersebut merupakan batangan rel bekas jalur kereta api yang pernah ada di wilayah tersebut. Maka pada liburan hari Sabtu akhir dari bulan Maret kemarin, saya menyempatkan diri untuk menelusuri lebih dalam mengenai jalur mati tersebut sembari membawa kamera poket untuk mengabadikan beberapa gambar yang ada.
Terdapat persimpangan antara jalur rel, terlihat arah panah dari arah Timur ke Barat, namun jgua terdapat jalur rel dari arah Selatan menuju Utara. Jalur rel dari arah Selatan ke Utaralah yang akan kita telusuri.
Seperti yang sudah saya katakan diatas, bahwa titik awal penelusuran adalah daerah Bantul, hal ini untuk memudahkan saya dalam mengambil gambar. Hal tersebut dikarenakan karena posisi rel yang lebih banyak berada di sisi Barat jalan raya dari pada di sebelah Timurnya (meskipun nantinya rel akan menyebrangi jalan raya berpindah ke posisi Tmur). Untuk itu, lebih mudahnya sobat terus mengikuti keterangan foto yang sudah saya edit dengan melampirkan beberapa keterangan yang ada di dalamnya.
Melihat Sisa-Sisa Jalur Lama Rel Kereta Api di Pantura
Selamat pagi sobat semua dan
Salam Spoor...!!!! Semoga pada pagi hari yang berbahagia ini sobat semua selalu
dalam keadaan sehat dan bersemangat untuk menjalani berbagai macam aktifitas
yang ada di hari ini. Pada kesmepatan kali ini saya akan mengajak sobat semua
untuk jalan-jalan melihat sisa-sisa rel lama yang keberadaannya kini sudah
tiada karena proyek double track rel pantai Utara. Pada hari Sabtu tanggal 28
Februari lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi rumah ibu negara di Kota
Batang. Karena dirinya bekerja dari pagi hingga sore, maka kesempatan tersebut
saya manfaatkan untuk sembari melakukan berbagai macam liputan. Keberangktan
perjalanan yang biasanya saya menggunakan travel saya ubah dengan menggunakan
kereta api dengan rute Yogyakarta-Solo-Semarang. Yaitu dengan dua kereta api
pertama menggunakan Pramek sampai Solo kemudian dilanjut dengan Kalijaga menuju
Semarang kemudian saya lanjutkan dengan Kamandaka menuju Kota Pekalongan.
KA Kamandaka yang saya tumpangi
sendiri berangkat dari Stasiun Semarang Poncol pada pukul 17.10 WIB. Pad ajam
tersebut suasana sore masih terlihat cerah, apa lagi pada hari itu cuaca di
sekitar Kota Semarang cukup mendukung, meskipun berawan namun sinar matahari
tetap dapat mengenai daratan. Hal tersebut menjadikan pemandangan yang ada di
luar kereta terlihat dengan jelas. Pada saat roda kereta api mulai berputar
saya mencoba untuk memulai memetakan jumlah stasiun dan pemandangan apa saja
yang dapat saya nikmati. Maklum saja sobat, terakhir saya melintas di jalur ini
yaitu pada tahun 1998 dengan KA Argo Bromo Anggrek generasi pertama yang masih
menggunakan livery berwarna ungu.
Saat itu jalur kereta api di
pantura sendiri masih menggunakan single track, namun perjalanan kali ini
merupakan perjalanan perdana saya untuk mencoba jalur ganda yang ada di
pantura. Saya sendiri juga sudah mendapatkan sedikit informasi dari teman-teman
komunitas yang menceritakan bahwa jalur rel lama yang ada di daerah Plabuan
kini sudah dipotong dan tidak lagi melintas di pinggir pantai, namun sedikit
diarahkan ke sebelah Selatan. Sesaat setelah kereta api yang saya naiki
meninggalkan Kota Semarang, mulai sedikit demi sedikit saya melihat bekas-bekas
bantalan rel beserta batu ballast yang masih tertanam sepanjang jalur kereta
api baru yang sedang saya lalui. Saya sangat yakin bahwa bantalan dan ballast
sersebut merupakan sisa-sisa dari peninggalan jalur tunggal yang kini telah
berubah menjadi jalur ganda.
Mengunjungi Stasiun Bedono Bersama Kepala Dipo Lokomotif Mojosari
Selamat pagi sobat semua dan
Salam Spoor...!!! Jika pada postingan sebelumnya saya mengajak sobat semua
untuk menikmati dan mengunjungi daerah Rawa Pening yan gada di Ambarawa Semarang.
Maka pada postingan kali ini saya akan mengajak sobat semua untuk menikmati
wisata kereta api sekaligus wisata sejarah mengenai perjalanan perkereta apian
di Indonesia. Seperti janji saya pada postingan sebelumnya yang mana saya akan
mengajak sobat semua untuk berkunjung ke Stasiun Bedono. Pada awalnya saya memang sudah memiliki niat
untuk dapat mengunjungi stasiun ini. Karena bagi saya, semua stasiun-stasiun
tua itu lebih menarik daripada stasiun-stasiun yang masih aktif. Hal ini
dikarenakan saya sendiri merupakan salah seorang yang memang mencintai sejarah.
Apa lagi jika sejarah tersebut
memiliki keterkaitan erat dengan sejarah perjuangan dan perjalanan kereta api
di Indonesia. Jangankan melihat stasiun tua yang sudah tidak aktif lagi,
melihat bantalan rel tua yang terbuat dari besi dan kayu jati saja saya sudah
senang bukan main. Karena bagi saya benda-benda yang bagi sebagian besar orang
tersebut hanya sebagai barng rongsokan dan tidak berharga. Dimata saya
benda-benda tersebut justru merupakan benda-benda yang memiliki nilai dan
perjalanan sejarah bahkan merupakan saksi dari perjalanan kereta api di
Indonesia. Maka dari itu dalam perjalan saya kali ini saya sudah meniatkan
untuk dapat menikmati sisa-sisa sejarah yang terdapat di Stasiun Bedono.
Saya sendiri tiba di stasiun ini
sekitar pukul 16.00 WIB, saya sendiri mengetahui lokasi ini saat saya
mengendarai motor saya dalam keadaan rendah. Saat itu saya melihat papan
penunjuk lokasi stasiun yang terdapat pada bagian kiri jalan. Setelah saya
melihat papan petunjuk lokasi tersebut maka saya langsung membeokkan motor saya
ke arah kiri dan mencoba menelusuri emplasemen sekitar stasiun tersebut.
Setelah tiba di lokasi stasiun, maka saya lengsung memarkir motor saya dibagian
barat stasiun. Diaman tempat saya memarkir motor ini dahulunya merupakan jalur
kereta api yang menghubungkan Stasiun Bedono dengan stasiun selanjutnya di arah
Barat. Namun sayangnya jalur ini sudah tidak aktif lagi.
Melihat Jejak Peninggalan Jalur Lori di Pabrik Gula Watu Tulis-Sidoarjo
Pagi Sobat Semua, Selamat Pagi Indonesia dan Selamat Pagi Dunia, Salam Spoor...!!! Sobat semua dalam postingan kali ini saya akan mengajak sobat semua untuk jalan-jalan ke daerah Watu Tulis lebih tepatnya ke daerah Pabrk Gula yang ada di Watu Tulis kabupaten Sidoarjo. Lokasi ini sendiri sebenarnya berdekatan dengan Stasiun Kedinding, yaitu lokasi stasiun yang biasa saya jadikan spot untuk berburu rangkaian kereta api. Adapun alasan saya mengapa saya mengajak sobat semua untuk menelusuri dan jalan-jalan ke pabrk gula tidaklah lain untuk sejenak menengok sisa-sisa dari peninggalan lori yang pernah bertugas di pabrik gula tersebut.
Jalur mati ini berada di desa Watu Tulis
Jika sobat pernah membaca postingan artikel saya yang berjudul Stasiun Kedinding, maka sobat akan melihat dibeberapa fotonya yang menunjukkan pernah adanya aktifitas kegiatan turun naik barang yang dilakukan di stasiun tersebut. Hal in tidak terlepas dari sisa-sisa peninggalan yang masih dapat kita lihat di tahun 2014 ini di Stasiun Kedinding. Yaitu adanya besi yang saya pikir merupakan besi bekas crane pemindah barang muat, dengan ukuran yang sedikit lebih kecil dari crane yang ada saat ini. Dan juga beberapa bekas jalur mati yang masuk dan keluar di stasiun tersebut.
Jakur rel yang akan keluar dari jalan menuju pasar
Kuat dugaan saya adalah, lori yang ada di pabrik gula tersbut dulunya juga terintegrasi dengan jalur rel yang pernah ada di Stasiun Kedinding, karena jika saya telusuri jalur rel lori tersebut menuju ke arah stasiun. Saat akan memasuki pabrik gula, jalur rel lori ini membentuk sebuah segitiga, yang mana arah Utara menuju Stasiun Kedinding, arah Timur meuju masuk ke pabrik gula, dan arah Selatan menuju ke jalan keuar yang saa perkirakan menuju arah Prambon. Tapi sayangnya jejak rel lori tersebut hanya dapat saya ikuti sampai dengan pasar Watu Tulis. Karena setelah pasar tersebut saya tidak lagi dapat menemukan jalur rel yang mati tersebut.
Melihat Bagian Perjalanan Sejarah Perkereta Apian Indoneisa di Stasiun Ngabean Yogyakarta
Selamat pagi sobat spoor semua, dimanapun sobat berada semoga sobat sellau dalam keadaan sehat dan selalu bersemangat untuk menjalani aktifitas hari ini. Kalau dalam beberapa postingan sebelumnya saya mengajak teman-teman untuk jalan-jalan ke Kutoarjo dengan kereta apai Aji Saka sambil melihat-lihat pemandangan yang ada. Pada postingan kali ini saya akan mengajak teman-teman untuk melihat kondisi bangunan yang dulunya merupakan Stasiun Ngabean yang ada di Kota Yogyakarta.
Saya sendiri baru tahu kalau itu adalah bekas bangunan stasiun setelah tema saya Andra memberitahukan saya untuk mengadakan janji mengambil sticker Dipo Lokomotif Mojosari di wilayah tersebut. Padahal saya sendiri sudah bolak balik melewati kawasan tersebut dan tidak tahu kalau itu duluny adalah banunan stasiun. Bahkan sekitar dua tahun yang lalu saya juga pernah dua kali sholat di masjid yang terdapat tidak jauh dari bangunan stasiun tersebut.
Secara fisik bangunan ini memang masih terawat dengan baik, berbeda dengan stasiun-stasiun sebelumnya yang sudah saya singgahi. Bangunan stasiun ini masih terlihat kinclong dengna warna dasar putih dan biru yang masih memberikan kesan klasik. Namun saat saya mencoba mencari papan plang tanda aset saya tidak menemukannya. Bahkan saat saya bertanya kepada teman saya adakaha papan penunjuk tanda aset, dia mengatakan tidak pernah ada papan penunjuk aset di sekitar wilayah tersebut. Entah tanah tersebut milik PT KAI ataupun milik kesultanan saya sendiri memang kurang mengetahuinya.
Sepenggal Sejarah Dari Bangunan Stasiun Prambon
Selamat siang sobat spoor semua, semoga tetap bersemangan dalam menjalankan aktifitas hari ini ya. Kalau tadi pagi saya sudah memposting laporan perjalanan saya ke Stasiun Tarik dan juga berita gembira terkait pengaktifan jalur baru yang menghubungkan Tarik-Sidoarjo. Maka pada siang hari ini saya akan memposting terkait tujuan akhir dari perjalanan saya kemarin saat hari Jumat. Tujuan perjalanan akhir saya adalah menuju lokasi bekas Stasiun Prambon. Saya sendiri sudah bebrapa kali pernah ke lokasi ini, namun saya tidak tahu kalau lokasi ini dulunya adalah bangunan stasiun. Saya menuju lokasi ini sekitar tahun 2012 lalu, namun tidak membawa kamera atau sejenisnya karena memang saya kira lokasi ini bukanlah lokasi stasiun.
Mungkinini dulunya adalah bangunan utama stasiun
Saya mengetahui kalau lokasi ini merupakan bekas bangunan stasiun justru dari blog teman-teman MRDuadua di Mojokerto Railfans. Kebetulan siang itu saya melintas lokasi tersebut dan sekalian saja saya juga mengabadikan gambar-gambar tersebut untuk juga di posting di blog ini. Ternyata memang benar lokasi tersebut merupakan bekas stasiun Prambon. Masih terlihat jelas terdapat papan aset milik PT KAI, dan juga beberapa bangunan yang terlihat memang seperti bekas stasiun zaman dulu.
Bangunan ini mungin dulunya adalah rumah dinas atau temapt istirahat pegawai
Kembali saya berimajinasi, bagaimana keadaan stasiun ini dulunya mengingat daerah sekitar stasiun yang saat ini jgua masih terlihat jauh dari keramaian. Lokasi stasiun ini tidak begitu jauh dari PJL Prambon, mungkin sekitar 100 meter dari PJL. Saat saya ke lokasi, tampak sepi dan lengang dari hiruk pikuknya keramaian kota. Karena hanya terdapat beberapa bangunan dan juga banyaknya pepohonan yang tumbuh disekitar bangunan tersebut.
Bangunan ini juga menjadi tempat tinggal, entah dulunya berfungsi sebagai apa. Namun yang jelas bangunan-bangunan sekitar masih cukup terawat dan suasanyanya rindang.
Namun jika diperhatikan, sepertinya ada yang menempati loaksi tersebut. Karena meskipun bangunan tersebut terlihat bangunan tua, namun masih terlihat sangat bersih dan terawat. Seperti bekas sapuan di tanah yang tidak ada daun berserakan. Dan juga terdaoat jemuran baju yang pasti milik keluarga yang menempati bangunan tersebut. Sungguh sulit dipercaya, bangunan-bangunan bersejarah tersebut masih ada dan utuh. Saya yakin, masih terdapat banyak stasiun-stasiun tua lainnya yang hingga kini perlu rasanya saya cek keberadaannya untuk daya laporkan kepada teman-teman semua.
Jelajah Jalur Mati Les Padangan - Perning
Selamat sore sahabat spoor, semoga masih tetap sehat dan semangat beraktifitas ya. Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, kalau pagi hari ini Jumat 13 Juni 2014 saya mengadakan perjalanan napak tials menjelajahi jalur mati yang ada di Mojokerto. Kalau sebelumnya saya sudah mengajak teman-teman untuk menjelajahi jalur mati yang ada di Gedeg hingga ke Stasiun Les Padangan. Maka pada postingan kali ini saya akan mengajak teman-teman untuk kembali menelusiri jalur mati dari Stasiun Les Padangan menuju ke arah Perning Mojokerto.
Papan aset ini berada di tengah-tengah perumahan warga
Waktu menjelajahi lokasi ini, waktu masih menunukkan pukul 07.30 WIB, yang mana jalan masih ramai dengan orang-orang yang pergi kekantor ataupun siswa siswi yang berangkat menuju sekolah. Namun keramaian jalan raya tidak sediktipun menyurutkan niat saya untuk melanjutkan penjelajahan ini. Setelah meninggalkan Stasiun Les Padangan, saya masih terus mengukuti jalan desa yang dulunya adalah rel kereta api. Sisa-sisa dari sejarah tersebut masih bisa saya lihat dari papan petunjuk aset milik PT KAI yang berada di tengah desa tepatnya di pinggir jalan desa tersebut.
Jalan ini dulunya adalah rel kereta api (ujung jalan ini adalah stasiun les padangan, foto diambil dari arah timur)
Paling tidak setelah keluar dari Stasiun Les Padangan, saya menemukan dua plang tanda aset milik PT KAI yang ada di sektiar lokasi tersebut. Terus melanjutkan ke arah Timur maka kita akan menemukan pabrik Ajinomoto yang mana kalau dilihat dulunya rel kereta api juga melintas didepan pabrik tersebut. Namun saya mencoba mencari sisa-sisa dari rel tersebut saya tidak menemukan sesuatu apapun. Hal ini mungkin dikarenakan adanya pelebaran jalan raya yang memakan jalur kereta api. Karena dari kondisi topografinya, jalan raya tersebut mengalami pengurukan beberapa meter dari tanah aslinya. Sepertinya pembangunan jembatan besi tersebut sudah menghilangkan sisa sejara kereta api yang ada disekitar lokasi.
Masih terlihat papan aset milik PT KAI di jalan desa
Namun saat saya terus berjalan ke arah Timur, saya kembali menemukan plang petunjuk aset milik PT KAI yang juga berada di tengah-tengah bangunan warga. Dimana plang tersebut menyempil diantara bangunan yang ada. Kembali melanjuti ke arah timur lagi, saya kembali menemukan sisa peninggalan jalur kereta api yang sangat jelas, yaitu adanya sisa-sisa besi rel kereta api yang masih tertanam di tanah sekitar plang aset tersebut.
Sepenggal Sejarah Dari Stasiun Les Padangan Mojokerto
Selamat siang sobat spoor pengunjung setia Dipo Lokomotif Mojosari. Semoga pada siang hari ini sobat semua masih dalam keadaan sehat dan tetap bersemangat. Setelah saya mengajak teman-teman untuk jelajah jalur mati yang ada di Gedeg hingga Padangan, kini saya akan mengajak teman-teman untuk melihat kondisi Stasiun Les Padangan di tahun 2014 ini. Padahal stasiun ini sudah lama berdiri dan saya sendiri sudah bolak balik ke Mojokerto. Namun baru hari ini saya melihat bangunan stasiun ini secara langsung.
Bangunan stasiun tampak dari sebelah Timur
Lokasi stasiun ini saya temukan setelah saya melakukan jelajah jalur mati yang ada di Gedeg. Setelah melintasi terminal Les Padangan dan menyebrang jalan saya menemukan sebuah bangunan yang bentuknya seperti kerangka stasiun. Pada awalnya saya sendiri tidak menduga kalau itu adalah bekas Stasiun Les Padangan. Melihat dari kondisi bangunan dan padatnya bangunan perumahan penduduk di lokasi tersebut.
Masih terlihat sedikit terawat, jendela stasiun yang besar khas bangunan Belanda
Lokasi stasiun ini cukup mudah dijangkau karena tepat berada di loaksi perumahan. Jika dilihat kembali, stasiun ini menghadap dari arah Utara ke Selatan karena melihat jalur yang melintasi di stasiun ini dari arah Barat ke Timur. Peron stasiun ini pun kini sudah menjadi jalan warga dan stasiunnya sendiri sudah menjadi garasi mobil dan tempat menyimpan barang warga. Bangunan ini masih terlihat kokoh meskipun atapnya sudah lubang disana sini dan hampir tidak utuh lagi.
Pintu masuk stasiun dari arah Selatan
Namun distasiun inilah, tersimpan sejarah perjalanan kereta api di tanah Jawa yang perlu kita ungkap. Saya sangat senang dan gemar melihat bangunan-bangunan tua khsusunya yang amsih berbentuk stasiun seperti ini karena dari bangunan inilah saya bisa mengambil pelajaran dan mencoba flashback jauh ke tahun dimana saat stasiun ini masih beroprasi. Saya mencoba membayangkan bagaimana dulunya jalur yang melintas dan kondisi sekitar stasiun di tahun kejayaannya.
Dilema Jalur Mati Yang Dipenuhi Bangunan Warga
Selamat pagi sobat spoor semua, semoga sobat selalu dalam keadaan sehat dan bersemangat. Mohon maaf kalau sudah hampir seminggu ini saya tidak mengupdate berita di blog ini. Maklum, beberapa hari ini saya disibukkan dengan tugas-tugas kuliah yang sebentar lagi memasuki minggu-minggu tenang masa ujian akhir semster. Namun datangnya ujian dan banyaknya tugas bukan berarti saya tidak akan mengupdate blog ini, karena seminimal apapun waktu yang saya miliki saya selalu berusaha untuk menulis di blog ini. Ini saya lakukan demi keberlangsungan Dipo Lokomotif Mojsari.
Salah satu bangunan yang menempati aset milik PT KAI
Dan pada tulisan saya kali ini, saya akan mengajak teman-teman untuk merefleksikan kebali jalur-jalu kereta api yang ada di Indonesia, khsusunya di tanah Jawa. Setiap kali melakukan perjalanan darat maka yang sering saya lakukan adalah mencari sisa-sisa dari jalur mati kereta api yang masih menjadi aset milik KAI. Seperti halnya jalur-jalur mati yang ada di wilayah Mojokerto-Mojosari-Watu Kosek (Pasuruan). Yang mana, sepanjang jalan dari rumah mbah saya di Mojokerto,akan ditemukan plang-plang besi milik PT KAI yang menunjukkan tanda kepemilikan akan aset tersebut.
Pada tahun 1990-2000an saat saya masih kecil, saya masih dapat menemukan sisa-sisa dari perlintasan kereta api yang melintas di daerah Gedeg-Kemantren depan rumah mbah saya. Saya masih bisa melihat beberapa rel kereta api yang masih tertanam di tanah dan masih terdapat beberapa balok rel yang terbuat dari besi. Saat itu kondisi perlintasan itu masih sepi dari bangunan dan hanya terdapat kebun-kebun dan pohon-pohon. Hal ini justru berbeda jauh dengan apa yang saya lihat saat ini, dimana terdapat sekali banyak bangunan-bangunan yang berdiri diatas tanah milik PT KAI tersebut.
Jelajah Jalur Mati Gedeg - Kemantren - Padangan Mojokerto
Selamat pagi sobat semua, semoga sobat semua selalu dalam keadaan sehat dan selalu bersemangat untuk menajlankan aktifitas hari ini. Pada beberapa psotingan kali ini saya akan membahas mengenai jalur mati hingga stasiun-stasiun yang ada di wilayah Mojokerto. Karena kebetulan dari hari Kamis-Minggu tanggal 15 besok akan ada di Mojokerto. Maka pada hari Jumat ini tepat pukul 05.30 saya meninggalkan rumah di Mojosari untuk melakukan tracking jalur mati yang sudah saya persiapkan satu hari sebelumnya. Dengan berbekal kamera pocket dan sepeda motor pagi hari ini saya memulai perjalanan saya.
Bekas pondasi jembatan yang masih tersisa
Lokasi pertama yang saya tuju adalah ujung dari Gedeg, dimana saat melewati jembatan saya masih melihat sisa-sisa dari perlintasan rel lama. Tanda utama yang saya lihat adalah, masih adanya beton peyangga jembatan di tepi sungai sebelah Barat. Dan disisi Timurnya sudah terdapat bangunan berupa pos ronda milik warga desa. Maka saya memulainya dari arah paling Barat dengan mengikuti jejak dari beton jembatan yang masih ada. Namun setelah saya menyebrangi sungai tersebut, saya sedikit hilang arah setelah masuk ke dalam desa. Karena minimnya tanda-tanda yang saya temukan di desa tersebut selain adanya plang besi yang menunjukkan aset milik PT KAI.
Terlihat jelas bekas pondasi jembatan yang masih tersisa
Saya mencoba untuk tracking ke arah lebih Barat lagi, namun sayang hasilnya nihil. Saya justru kehilangan jejak, karena terdapat banyak sekali persimpangan yang membuat saya sulit membedakan mana yang bekas jalur kereta api dan mana yang jalan biasa. Karena kesemuanya hampir mirip dan menuju ke arah yang sama. Saya mencoba melihat dari sisa-sisa betona taupun balok kayu dan rel kereta namun saya tidak menemukan satupun tanda-tanda tersebut. Yang saya lihat hanya rumah-rumah yang dapat saya pastikan dulunya itu adalah rel kereta api. Selebihnya saya tidak tahu lagi kemana rel tersebut mengarah.
Kemungkinan pondasi ini adalah bekas bangunan lama
Karena saya kehilangan jejak dari rel tersebut, maka saya putuskan untuk menjadikan titik paling Barat lokasi saya kehilangan ujung rel tersebut menjadi titik awal penelusutran jalur mati di Gedeg hingga nantinya berujung di Les Padangan. Saya kembali menelusuri lokasi yang sudah sempat saya lewati tadi dan kembali menyebrangi jembatan untuk terus mengikuti dan mengambil gambar jalur kereta api mati tersebut. Lokasi jalur mati yang berada di Gedeg Mojokerto ini tepat berada di sisi kiri jalan raya (dari arah Barat) bersebelahan langsung dengan sungai kecil, jalan raya, dan juga tanggul sungai Brantas.
Jelajah Jalur Mati Kereta Api Mojokerto-Mojosari
Pada tulisan kali ini saya akan mengajak semua teman-teman pengunjung setia Dipo Lokomotif Mojosari untuk sama-sama menjelajahi jalur mati yang berada di Kota Mojokerto. Untuk lokasi kali ini saya akan mengajak teman semua menelusuri jalur mati dari Mojokerto menuju Mojosari. Entah pada tahun berapa jalur ini mulai di non aktifkan. Jika merujuk pada cerita bapak saya, dahulu semenjak beliau masih anak-anak masih ada kereta api yang melintasi jalur ini untuk membawa calon-calon pilisi dari sekolah polisi yang ada di Bangsal menuju ke Watu Kosek. Dan sekitar tahun 1995 saat saya masih kecil, saya sering main di lokasi sekitar rel, namun sayangnya di tahun 2014 saat ini sudah sedikit sekali rel-rel yang tersisa dan terlihat.
Langganan:
Postingan (Atom)