orange

"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-

Sejarah Penamaan Dipo Lokomotif Mojosari

          Mojosari adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Pusat kecamatan ini berjarak 18 km sebelah timur Kota Mojokerto. Mojosari berada di jalan provinsi yang menghubungkan kota Mojokerto dengan Kota Pasuruan.


      Mojosari secara de facto merupakan pusat Kabupaten Mojokerto, dan saat ini banyak gedung pemerintahan yang dipindahkan dari Kota Mojokerto ke Mojosari. Mojosari merupakan salah satu kota kecil sebagai ibu kota kabupaten Mojokerto yang berada di kaki gunung welirang, berjarak sekitar 15 km utara Pacet. Mojosari sebagai kota Adipura memiliki keindahan kota yang berbeda dengan kota lainnya, pepohonan yang rindang, pot bunga di sepanjang jalan dan kebersihan kota yang terjaga dengan baik. Dengan begitu udara Mojosari sangat sejuk dan segar sehingga Mojosari disebut sebagai kota Mozart van Java.


 Kenapa harus dinamakan Dipo Lokomotif Mojosari? 

       Secara de facto saya tidak pernah lama tinggal di Mojosari, saya sendiri dilahirkan di Jakarta dan dibesarkan di Bekasi. Tapi kedua orang tua saya adalah asli orang Jawa Timur, Ibu saya sendiri asli Gedeg, Mojokerto dan bapak saya dari Mojosari. Sejak kecil saya biasanya ke Mojosari hanya saat-saat libur panjang sekolah. Saat itu usia saya masih sekitar 7 tahun. Setiap kali pulang kampung saat lebaran tiba, dari Jakarta (biasanya saya naik dari Gambir, Senen, dan Jati Negara) ke Mojokerto saya sering naik kereta api, waktu itu perekonomian keluarga kami tidak sebaik sekarang sehingga bapak saya hanya mampu membelikan tiket untuk kami kelas ekonomi dengan kereta api Gaya Baru Malam. 

      Yang membuat saya berkesan adalah, PTKAI yang saat itu masih PERUMKA pelayanannya dapat dikatakan jauh dari kata "manusiawi". Jadi masih sering kita temukan antrian panjang di loket dan berebut tempat duduk saat naik ke kereta api. Bahkan saya sendiri pernah dimasukkan oleh bapak saya lewat jendela kaca yang pecah. Kereta api saat itu tidak sebaik kereta api sekarng, jika hujan gerbong bocor, air dapat masuk melalui  atap ataupun dari kaca jendela kereta yang pecah. Dan terkadang tidak jarng pula listrik tidak menyala sehingga keadaan gerbong benar-benar gelap gulita, biasanya beberapa penumpang menyiasatinya dengan menggunakan lilin, ya suasana dan keadaan yang tidak mungkin kita temukan saat ini.

        Akibat lonjakan penumpang yang padat, biasanya keadaan kereta akan penuh dan sesak, biasanya bapak atau ibu saya membeli koran atau tikar kecil untuk alas tidur saya dibawah kursi. yang saling berhadap-hadapan. Saat kakek saya meninggal pun secara mendadak kami sekeluarga pulang ke Mojosari dengan menggunakan kereta api parcel. Saya masih ingat betul rangkaian kereta api yang saya naiki saat itu. Gerbongnya amatlah panjang, namun semuanya adalah gerbong barang berwarna biru, hanya pada sisa rangkaian akhir kereta terdapat tiga buah gerbong penumpang.

        Di hari libur, ibu saya mengajak saya jalan-jalan naik KRL ke Bogor, dan saat itu terjadi mogok sebelum memasuki stasiun Jatinegara. Di Mojokerto sendiri, tepat didepan rumah kakek saya terdapat jalur mati kereta api. Bahkan sepanjang jalan dari Mojokerto menuju Mojosari juga masih ada sisa-sisa rel non aktif yang sekarng sudah hamoir tidak terlihat. Saat kecil dulu, saya sering bermain di jalur kereta api non aktif yang menghubungkan Mojosari ke arah Watu Kosek Pasuruan. Bahkan Pasar Legi Mojosaripun dulunya adalah Stasiun Mojosari. 

         Saat saya masih anak-anak dulu saya senang sekali jika saya dibelikan mainan kereta api oleh bapak dan ibu saya, bahkan saya pernah beberapa hari memangangi mainan kereta api yang ada di etralase sebuah toko didekat sumah saya sampai akhirnya ibu saya membelikannya untuk saya. Dan saya masih ingat betul bagaimana kereta api mainan itu saya bawa ke Mataram, NTB saat harus pindah ke sana, dan saya mainkan di bawah pohon di tempat tinggal baru kami di Mataram. Dari berbagai pengalaman yang tertanam di benak saya itulah yang mungkin membuat saya sangat mencintai kereta api. Namun sepertinya untuk memiliki kereta api sungguhan sulit untuk di wujudkan, maka setelah saya keluar dari Pondok Pesantren saya kembali berusaha untuk bermain kereta api dalam dunia miniaturnya. Dan saya memilih nama Dipo Lokomotif Mojosari untuk mengenang sejarah perkereta apian yang pernah ada di kota tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...