Selamat pagi sobat semua dan
Salam Spoor....!!!! Pada kesempatan kali ini saya akan mengajak sobat semua
untuk bersama-sama jalan-jalan menuju Stasiun Non Aktif Medari. Kunjungan saya
kali ini menuju stasiun ini merupakan kunjungan yang masih dalam rangkaian
acara jelajah jalur mati Yogyakarta hingga Magelang. Untuk liputan jelajah
jalur mati sendiri akan saya tuliskan setelah saya selesai memberikan informasi
terbaru terkait dengan stasiun-stasiun mati yang ada di sepanjang jalur
Yogyakarta hinggga Magelang. Informasi pertama akan saya bawakan dari Stasiun
Medari. Stasiun Medari saat ini kondisinya cukup terawat dengan baik, lokasi
untuk mencapai stasiun ini tidak begitu sulit dan dapat dikatakan sangat mudah
karena memiliki akses jalan yang mulus dan mudah dijangkau baik dengan
kendaraan pribadi maupun dengna angkutan kota seperti bis dll.
Lokasi stasiun ini saat ini
berada di tengah-tengah pemukiman padat penduduk, karena disekitar bangunan
stasiun kini sudah banyak berdiri rumah-rumah warga. Kebetulan saat saya
mengunjungi stasiun ini saya bertemu dengan salah seorang kakek yang dulunya
beliau merupakan pegawai dari PT KAI di tahun 1960-70 an yang saat itu mungkin
namanya masih DKA (Djawatan Kereta Api). Beliau bercerita kepada saya bahwa
dulunya stasiun ini memiliki tiga jalur utama yang biasa digunakan untuk
silangan kereta maupun langsiran. Posisi stasiun sendiri berada diatas
permukaan jalur rel tidak seperti saat sekarang ini yang mana tinggi permukaan
lantai bangunan stasiun hampir sama rata dengna permukaan sekitarnya.
Bekas beton jembatan yang berada di sisi Timur Stasiun Medari
Beliau bercerita bahwa jalur
tersebut dulunya merupakan jalur pengubung antara Kota Yogyakarta dengan Kota
Magelang hingga Secang, Temanggung , dan Ambarawa. Keberadaan tiga jalur kereta
yang ada saat itu sudah tidak bisa kita lihat pada masa sekarang ini,
dikarenakan diatas tanah tersebut sudah berdiri banyak sekali bangunan
perumahan warga. Satu dari tiga jalur yang ada di depan stasiun sendiri
merupakan jalur penghubung menuju arah pabrik gula. Namun pabrik gula tersebut
pernah beberapa kali berganti fungsi menjadi pabrik senjata (PINDAD) kemudian
pabrik tekstil. Bangunan stasiun berdiri dari arah Timur ke Barat dan menghadap
ke arah Utara dan Selatan, yang mana arah Selatan merupakan peron stasiun dan
arah Utara adalah jalan masuk menuju peron.
Jalan ini dulunya adalah bekas emplasemen jalur stasiun di sisi sebelah Timur setelah melewati jembatan
Pada masa lalu hanya terdapat
sebuah jalan kecil untuk menuju lokasi stasiun tersebut, namun saat ini jalan
tersebut sudah menjadi jalan warga dan banyak juga yang sudah dipadati dengan
rumah warga. Sisa kejayaan kereta api yang melintas di stsasiun tersebut masih
bisa kita lihat dan rasakan jejaknya dari adanya pindasi jembatan yang berada
di sebelah Timur stasiun. Setidaknya sebelum memasuki stasiun dari arah Timur
kita akan menemukan dua buah jembatan. Satu jembatan masih berfungsi sebagai
jembatan penyemberangan warga dan satu jembatan lagi sudah tidak ada dan hanya
menyisakan pondasinya saja.
Bangunan bekas stasiun Medari yang masih berdiri kokoh (gambar diambil dari sisi Timur)
Sisa dari peron stasiun memang
sudah tidak terlihat lagi, namun pada arah Selatan peron masih terlihat sat
buah batang rel yang ada di atas permukaan tanah. Sebagaimana jalur-jalur KA
yang mati di wilayah lainnya, begitu pula nasib yang dialami oleh jalur KA ini.
Jalur kereta api sendiri kini telah dialih fugnsikan oleh warga sekitar sebagi
jalan desa. Selain itu bagi generasi saat ini akan sulit mempercayai bahwa
bangunan itu dulunya adalah stasiun, kerana tanah pada permukaan yang dulunya
dilalui oleh jalur rel kini memiliki ketinggian yang berbeda-beda. Besar
kemungkinan hal tersebut dikarenakan banyaknya permukaan tanah yang mengalami
peninggian akibat pembangunan rumah warga ataupun kegiatan lainnya.
Saat masih aktif sebagai stasiun, bangunan ini lebih tinggi dari permukaan jalan. Saat ini dasar bangunan sudah rata dengan jalan desa yang dulunya adalah peron jalur kereta.
Bangunan stasiun sendiri kini
telah dialih fungsikan sebagai Pos Yandu dan juga Perpustakaan Desa. Terlihat
dari bebrtapa papan tulisan yang berada di depan bangunan stasiun. Namun tanda
yang tidak akan pernah bisa hilang adalah adanya bekas sangkutan kabel
telegraph di kedua sisi bangunan stasiun yaitu sisi Barat dan sisi Timur. Dari
cerita yang saya dapatkan dari nara sumber, jalur ini sudah mulai tidak aktif
ditahun 1975-1976. Jalur tersebut tidak aktif bukan karena tanpa alasan, hal
tersebut dikarenakan saat itu jambetan kali Krasak terputus dan kereta tidak
lagi dapat beroperasi. Bapak tersebut juga bercerita bahwa dulunya pernah ada
wacana untuk memindahkan rute KA dari jalur yang ada saat ini melalui Kulon
Progo. Hal tersebut dikarenakan jika melalui Kulon Progo, jalur ke arah
Magelang tidak lagi melintasi sungai-sungai besar. Namun sayang, belum
terealisasi jalurnya sudah dahulu mati.
Tampak bangunan stasiun dari sisi sebelah Timur
Sisi sebelah Utara bangunan stasiun
Masih terdapat papan penanda aset milik KAI
Sebagian ruangan bangunan dimanfaatkan warga untuk perpustakaan
Sisi ruang bangunan yang lain dimanfaatkan sebagai Posyandu
Bangunan stasiun tampak dari sisi Barat
Masih tersisa satu buah batang rel yang menjadi saksi bisu dari jejak sejarah tempoe doeloe
Nah untuk menambah keindahan dari
tulisan ini, maka saya lampirkan beberapa dokumentasi foto bangunan stasiun
yang dapat saya abadikan melalui lensa kamera poket saya. Setelah ini saya masih
akan mengajak sobat semua untuk menjelajahi bangunan-bangunan stasiun mati
lainnya yang masih ada di wilayah Yogyakarta hingga Magelang. Jangan lupa untuk
terus mengikuti sejarah perjalanan dan pesona keindahan kereta api Indonesia
hanya di Dipo Lokomotif Mojosari. Jaya Selalu Kereta Api Indonesia...!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar