Pada suatu pagi yang hangat di tahun 2015, aku memulai perjalanan kecil yang penuh antusias: berburu momen kereta api, sebuah hobi yang tak hanya memuaskan rasa ingin tahu, tapi juga mendekatkanku dengan jejak-jejak besi yang menyimpan cerita. Hari itu, dua kereta menjadi target utamaku Kereta Api Logawa dan Argo Wilis, dua layanan berbeda yang sama-sama ikonik di jalur selatan Pulau Jawa. Aku memilih sebuah titik favorit di pinggiran kota, di mana rel membelah sawah yang masih diselimuti embun. Di kejauhan, suara gemuruh mulai terdengar: KA Logawa, kereta ekonomi rakyat yang melayani rute panjang Jember - Purwokerto, perlahan muncul dengan wajah khasnya. Ditarik lokomotif CC201, ia melaju dengan rangkaian panjang berwarna putih-biru sederhana, membawa penumpang dari pelosok timur Jawa menuju barat. Logawa selalu punya kesan tersendiri bagiku kereta ini bukan sekadar alat transportasi, tapi saksi dari dinamika sosial, perjalanan perantauan, hingga kisah keluarga yang dipertemukan kembali.
Tak lama setelah Logawa
menghilang di ujung horizon, aku menunggu kereta berikutnya: Argo Wilis, sang
kereta mewah yang melayani rute Bandung - Surabaya Gubeng. Dibanding Logawa,
Argo Wilis adalah kontras yang anggun. Dengan kecepatan tinggi dan rangkaian
eksekutif yang ramping, kereta ini menyapu jalur dengan elegan, ditarik
lokomotif CC203. Warnanya yang bersih dan desain aerodinamis membuatnya seperti
peluru yang membelah pemandangan pedesaan dengan wibawa. Ada kebanggaan
tersendiri bisa mengabadikan Argo Wilis dalam balutan cahaya sore, karena momen
itu tak sering datang.
Tahun 2015 adalah masa transisi
dalam dunia perkeretaapian Indonesia: fasilitas makin membaik, lokomotif baru
berdatangan, namun semangat kereta rakyat seperti Logawa tetap hidup. Hari itu,
dengan kamera sederhana dan semangat besar, aku menangkap dua sisi dunia
kereta: kesederhanaan dan kemewahan, keteguhan dan kecepatan dua dunia yang
sama-sama melintas di atas rel yang sama, dan meninggalkan kesan yang tak akan
pernah kulupakan.
Itulah kisah kecilku saat hunting
KA Logawa dan Argo Wilis, di tahun yang sederhana tapi penuh makna. Sebuah
kenangan yang kini jadi album visual dalam pikiranku tentang rel, suara
klakson, dan degup jantung yang ikut berpacu dengan deru lokomotif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar