orange

"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-

Mengapa KA di Indonesia Menggunakan Lebar Rel 1067 mm Narrow Gauge?

Rel 1067 mm di belokan Kepajen
Selamat dan semangat pagi sobat semua dan Salam Spoor...!!!! Semgoa pada pagi hari ini sobat semua selalu dalam keadaan sehat dan selalu bersemangat untuk menjalankan berbagai macam aktifitas yang ada di hari ini. Jika pada postingan sebelumnya saya bercerita beberapa fakta unik mengenai KA Matarmaja, maka dalam postingan kali ini saya akan bercerita mengenai alasan mengapa KA di Indonesia menggunakan lebar rel 1067 mm. Tulisan ini terinspirasi dari banyaknya pertanyaan di kolom komentar pada akun Instagram saya di @kanjengharyo. Yaitu kenapa sih KA di Indonesia tidak menggunakan lebar rel standart internasional 1435 mm? Apakah benar kerana memang alasan seperti yang diberitakan di banyak media, yaitu karena sesuainya lebar rel 1067 dengan kontur tanah di Indonesia yang didominasi oleh pegunungan? atau memang ternyata ada fakta/ faktor lainnya yang mempengaruhinya?. Oleh karena itu, di postingan ini saya akan membahas mengenai alasan mengapa Indonesia menggunakan lebar rel 1067 mm bukan 1435 mm yang merupakan standart gauge internasional dan memiliki populasi lebih dari 55% di negara-negara di dunia. Namun sebelum saya menjelaskan alasan tersebut, satu hal yang harus kita ketahui dan sepakati bersama bahwa, jaringan jalur rel yang ada di Indonesia merupakan hasil dari nasionalisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia setelah kemerdekaan di tahun 1945. Dimana jairngan jalur rel tersebut sendiri terdiri dari jaringan jalur trem dalam kota di beberapa kota besar di Indonesia seperti Surabaya, Malang, Mojokerto, pasuruan, Semarang, Batavia, dll. Selain itu di masa-masa awal pembangunannya sendiri jalur rel KA di Jawa, di bangun oleh perusahaan swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (N.I.S.M) dan juga perusahaan KA negara Staatsspoorwegen (SS).
Masih menggunakan batang rel NISM


 Berikut akan saya ulas beberapa alasan mengapa di Indonesia menggunakan lebar rel 1067 mm. Untuk yang pertama adalah karena masalah keuangan. Seperti yang sobat ketahui, jalur rel KA yang dibangun dengan menggunakan lebar rel 1067 mm atau lebar rel sempit, tidak membutuhkan ruang dan biaya sebesar jika dibangun dengan menggunakan lebar rel standart gauge 1435 mm. Jika kita merujuk pada sejarah yang ada, jaringan jalur rel dengan lebar 1067 mm banyak dibangun oleh perusahaan KA negara Staatsspoorwegen di beberapa wilayah di Jawa, seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan juga Jawa Barat dan Batavia. Jika dalam opini saya, pemilihan 1067 oleh perusahaan SS bukan hanya masalah kondisi atau kontur tanah yang sesuai dengan topografi yang akan dilalui oleh KA, namun juga pada kondisi keuangan. Satu hal yang jaranng orang lihat adalah, sebuah kondisi ketika perusahaan KA swasta Belanda NISM mengalami kesulitan keuangan untuk melaukan pengembangan dan ekspansi jaringan jalur re yang ada di Hindia Belanda, dan harus melakukan pinjaman kepada negara. Resiko besar jika menggunakan lebar rel 1435 untuk melalui medan pegunungan adalah resiko keuangan jangka panjang di masa mendatang.

Batang rel peninggalan Belanda
Adapun untuk alasan kedua adalah, kondisi tanah di Indonesia. Dalam pandangan orang awam seperti saya, ini bisa iya dan bisa juga tidak. Kenapa? Karena ketika saya melihat beberapa gambar dan video serta beberapa bacaan mengenai KA di luar negeri, ada beberapa negara yang membangun jaringan jalur rel KA melalui tebing dan jurang dengan lebar rel 1435 mm, sebut saja seperti Amerika dan India, atau kalau sobat pernah dengan Trans Siberia sebuah layanan kereta api wisata dari Rusia ke China yang terkenal tersebut juga menggunakan dua rel lebar standart dan di atasnya. Seperti yang saya sebutkan pada alasan awal, sesuai dengan kondisi tanah yang bergunung, karena tidak membutuhkan ruang yang lebih lebar. Namun kalau dipikir ulang, lagi-lagi akan kembali pada alasan keuangan. Karena lebih sempit artinya biaya lebih murah. Apa lagi investasi yang dilakukan oleh Belanda adalah investasi kolonialisasi, hukumnya tidak sekuat cengkraman investasi asing sekarang ini. Artinya tidak ada jaminan kuat jangka panjang yang dapat melindungi aset perusahaan kala itu. Hal tersebut bisa kita lihat bagaimana akhirnya Belanda tidak berdaya pada masa Perang Dunia II, ketika Jepang datang ke Hindia Belanda (saat itu belum ada Indonesia ya sob), dan menguasai beberapa aset penting disini, salah satunya adalah jaringan jalur rel KA.

Jalur rel wilayah pegunungan
Untuk alasan ketiga adalah, jumlah populasi lebar rel 1067 mm lebih banyak dibandingkan dengan lebar rel 1435 mm. Hal tersebut adalah fakta ya sob, dimana setahu saya nih ya, mungkin saya juga salah, perusahaan KA di Hindia Belanda yang membangun jaringan rel dengan lebar rel 1435 mm adalah NISM, yang merupakan pelopor kereta api di Indonesia. Bahkan jalur rel pertama KA di Hindia Belanda, adalah menggunakan lebar rel 1435 mm, dari Tanggung sampai dengan Semarang. Banyak perusahaan KA Swasta lainnya, seperti Semarang Joana Stoomtram Maatschappij, malang stoomtram maatschappij, modjokerto stoomtram maatschappij, Babat-Djombang Stoomtram Maatschappij, Serajoedal Stoomtram Maatschappij, Pasoerean Sttomtram Maatschappij, oost-Java Stomtram matschappij, atau di Sumatra seperti Deli Spoorwegen Matschappij dan masih banyak lagi ya sob, yang menggunakan lebar rel 1067. Hal tersebut memberikan konsekuensi efisiensi dari sisi keuangan dan pengoprasian jika lebar rel tersebut terintegrasi atau disatukan. Hal tersebut terlihat setelah kemerdekaan RI, dimana perusahaan baik yang dibangun oleh negara (SS) ataupun perusahaan swasta milik Belanda di nasionalisasi oleh RI. Indonesia menjadi salah satu dari dua negara di Asia yang memiliki jaringan jalur rel terpanjang saat itu, yaitu India dan Indonesai sob. Mantul kan sob.. wkwkwkwk. Belum lagi ya sob, menurut cerita nih sob, jalur rel dengan lebar 1435 mm tersebut, habis direteli oleh Jepang, pada masa kependudukan Jepang di Hindia Belanda pada tahun 1942-1945 pada masa Pedang Dunia II, dan banyak diangkut ke Burma untuk membangun jaringan rel KA di sana yang di kemudian hari kita  kenal dengan Death Raiwlay, sebuah jaringan rel KA yang dibangun untuk menghubungkan antara Burma dengan Thailand. Kereta api yang awalnya digunakan untuk keperluan ekonomi dan perdagangan, beralih fungsi menjadi angkutan perang. 

Lebar rel 1067 mm di Indonesia
Kemudian yang keempat atau yang terakhir nih sob, yaitu lebih ekonomis dan praktis dari segi pembiayaan, penggunaan, dan pemeliharaannya. Setelah dinasionalisasi oleh Pemerintah RI, setidaknya Indonesia auto sultan sob, terlepas dari beban hutang yang harus ditanggung dan dibayarkan di kemudian hari lho ya, tapi paling tidak kita langsung punya jaringan rel KA terluas di Asia lah saat itu bersama dengan India. Dari hasil nasionalisasi tersebut, Indonesia memiliki beberapa aset seperti jaringan jalur rel yang masih utuh (karena ada beberapa rusak karena perang sob), kemudian lokomotif, bangunan stasiun, dan juga gerbong kereta. Jika dilihat dari sisi bisnis, hal tersebut tentu lebih mudah bagi pemerintah RI jika hanya mengoprasikan kereta dengan satu lebar rel saja. Apa lagi keuangan Indonesia saat itu masih penuh dengan perjuangan hidup alias diujung tanduk sob. Boro-boro ingin menikmati hasil nasionalisasi, justru kelaparan dan stabilitas ekonomi-politik masih dalam masa-masa gentingnya, salah satunya adalah terjadinya kelaparan, dan juga pemberontakan. Meskipun di kemudian hari, nasionalisasi tersebut telah mengantarkan PT KAI (persero) sebagai satu-satunya BUMN yang memiliki aset paling banyak dan strategis.Oke sobat, mungkin itu sedikit ulasan saya mengenai alasan mengapa rel di Indonesia menggunakan lebar rel 1067 mm dan bukan standart gage 1435 m. Jangan lupa untuk terus mengikuti perjalanan saya hanya di Dipo Lokomotif Mojosari. Sampai jumpa pada postingan selanjutnya.

5 komentar:

  1. apakah jalur Makassar itu jalur percobaan sepur 1435mm? terus kenapa LRT kalau gak salah juga pakai 1435? siapa tau ada yg bisa sharing :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1435 untuk kecepatan lebih tinggi max300+ tergantung Jenis Kereta Karena jalur Tidak ada Belokan Tajam,Biaya Lebih Tinggi untuk Double Track

      1067 untuk Belokan Tajam karena Max80-120km, Faktor Geologi Kontur Tanah ,Biaya Lebih Rendah sekalipun Double Track.

      Hapus
  2. Jalur kreta api Cut Meutia di Aceh sampai ke Besitang sumatera utara ( sumut ) panjang 520 km..menggunakan jalur standard gauge yg lebar 1435 mm.. padahal di Sumatera mulai dari Besitang sumatra utara ( sumut) sampai ke Bakauheni di Bandarlampung menggunakan jalur narrow gauge yaitu 1067 mm..masarakan dari Aceh sangat membutuh kan kreta api dari besitang - Sampai ke Medan # 110 km dan terus ke Bandarlampung..yang lebar jalur 1067 mm.. pertanyaan saya Bagaimana cara di lewati kreta api Aceh pada jalur di kecamatan Besitang - Kota Medan sampai Kota Bandar Lamung di ujung timur sumatera ? yang lebar rel narrow gauge ( 1067 mm ) dan masyarakat penumpang kreta api cut meutia aceh mengharapkan kreta api aceh bisa langsung ke stasiun kota Medan..jangan di lansir di besitang yang tujuan medan,kayak jaman dahulu penumpang di turunkan di kecamatan besitang..bisa merepotkan. Apalagi malam..padahal tujuan ke Medan yang jaraknya 110 km lagi,masalah lebar rel di sumatra utara khusunya Kota Medan dan Kab.Langkat,Binjai mohon di modifikasi ke standar internasional seperti rel di Aceh 1435..jadi nantinya kreta cut meutia di Aceh bisa ke pusat ekonomi di kota Medan khususnya stasiun Medan..karna Medan sangat di butuhkan oleh masyarakat Aceh untuk perdagangan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada rell jalur ketiga... seperti Kereta Koko dan kereta Cepat Di Jepang

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...