orange

"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-

Berapa Jumlah Maksimal Kereta dan Gerbong Pada Rangkaian Kereta Api di Indonesia?

Selamat dan semangat pagi sobat semua dan Salam Spoor...!!!! Semoga pada pagi hari ini sobat semua selalu dalam keadaan sehat dan selalu bersemangat untuk menjalankan berbagai macam aktifitas yang ada di hari ini. Jika pada postingan sebelumnya saya membahas mengenai analisis mengapa jalur rel di Indonesia banyak yang mati (non aktif), maka dalam postingan kali ini saya akan membahas sebuah tema yang berbeda, yaitu berapa sih panjang maksimal rangkian kereta api di Indonesia? dan apa alasannya?. Bagi sobat yang sering berpergian naik kereta api, pernah gak sih menghitung berapa jumlah rata-rata kereta pada rangkaian kereta api di Indonesia? Atau hanya melihat yang penting kereta api panjang gitu aja sob, lebih dari tiga misalnya. Nah, dalam tulisan ini saya akan mengulas berapa panjang (jumlah kereta) maksimal kereta penumpang dan berapa panjang kereta (jumlah gerbong) barang pada setiap rangkaian kereta api ya sob. Jika dipandang secara awam, atau kita tanyakan ke teman-teman Railfans misalkan, berapa sih panjang maksimal rangkaian kereta di Indonesia? kemungkinan secara bersamaan akan di jawab 12 kereta untuk kereta penumpang dan 20 gerbong untuk kereta api angkutan barang. Tapi ada yang tahu gak sob, apa landasan hukum yang mendasarinya, dan alasan apa saja yang ada di balik itu semua? Nah ini dia beberapa hal yang nantinya akan saya bahas dalam postingan kali ini sob.

Merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor PM 121 Tahun 2017  tentang lalu lintas KA sob, pada pasal 5 ayat 1 sampai dengan 5, setidaknya tidak terdapat jumlah pasti rangkaian KA, entah 12 untuk kereta penumpang atau 20 untuk kereta barang. Beberapa hal yang tertulis dalam pasal 5 ayat 1 dan 2 tersebut adalah, pertama "pengoprasian KA tidak boleh melebihi kapasitas lintas", kedua "kapasitas lintas sebagaimaan dimaksud pada ayat 1 (sebelumnya) dengan mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya: kecepatan operasi KA, jarak petak blok, fasilitas operasi, dan waktu pereawatan prasarana. So, tidak tertulis dalam aturan menteri perhubungan terkait dengan panjang maksimal ataupun minimal pada suatu rangkaian KA. Artinya sob, panjang pendeknya sebuah rangkaian KA, itu relatif, tergantung dari kebutuhan yang ada di lapangan. Oke sob, sekarang kita masuk ke fase pembahasan, yaitu mengapa 12 kereta untuk kereta angkutan penumpang dan mengapa 20 untuk kereta angkutan barang seperti ketel BBM, angkutan semen, atau angkutan peti kemas. Berikut beberapa penjabaran menenai alasannya sob. Pertama, mengenai kapasitas lintas (keterbatasan pada panjang peron dan emplasemen stasiun yang ada). Seperti yang sobat ketahui, bahwa sarana perkeretaapian di Indonesia masih banyak merupakan sebuah waisan dari masa kolonialisasi Belanda di Indonesia, yaitu aset-aset yang donasionalisasi oleh permerintah RI dari perusahaan-perusahaan kereta api pada masa Hindia-Belanda, baik berupa aset jaringan jalur rel, bangunan stasiun, dan juga lokomotif dan gerbong keretanya. Maka tidak heran, jika ada berbagai macam bangunan stasiun berikut dengan spesifikasinya dan gaya bangunannya masing-masing. Hal tersebut karena, nasionalisasi tadi, bukan dari satu perusahaan KA saja, tapi dari banyak perusahaan KA masa Hindia Belanda. Hal tersebut mempengaruhi pada kapasitas KA yang kita guakan saat ini, kembali ke pertanyaan, mengapa 12 kereta untuk KA penumpang dan 20 kereta untuk kereta angkutan barang?. Hal tersebut dikarenakan, panjang dari peron dan emplasemen stasiun yang ada diukur secara rata-rata.

Beberapa desain stasiun yang merupakan warisan tadi, sebelumnya tidak didesain untuk kereta api dengan spesifikasi seperti sekarang ini. Bisa sobat lihat, bahwa untuk panjang kereta penumpang yang ada sekarang ini saja, sepanjang 16, 398 mm, dengan spesifikasi lebar 2,699 mm tinggi 3,462 mm, dan berat kosong dikisaran 26 ton. Dari situ saja bisa sobat lihat, betapa panjangnya ukuran satu kereta penumpang yang ada saat ini, jika dibandingkan dengan fasilitas bangunan yang ada dari warisan Hindia-Belanda yang cenderung masih menggunakan ukuran kereta api lama, yang jauh lebih ringan dan pendek. Ada peralihan spesifikasi disini, oleh karena itu jumlah rangkaian dengan 12 kereta penumpang merupakan sebuah alternatif pilihan yang ada dengan penyesuaian bangunan pendukung. Karena sob, dengan meningkatkan kapasitas angkut, masalah terbesar adalah KA nantinya tidak akan dapat berhenti di setiap stasiun, karena struktur bangunan stasiun yang tidak mendukung. Bahkan, apda jalur singel track (jalur tunggal) rangkaian KA yang terlalu panjang juga akan kesulitan untuk melakukan persilangan dengan KA lain, harus melakukan pada stasiun tertentu yang memiliki emplasemen yang lebih panjang. Hal tersebut pernah saya rasakan ketika saya naik KA Malioboro Ekspres dari arah Yogyakarta menuju Malang. Pada saat itu KA Malioboro Ekspres membawa 12 kereta, yang terdiri dari 1 kereta makan, satu kereta pembangkit, 5 kereta kelas ekonomi AC dan 5 kereta kelas eksekutif. Dikarenakan pada saat itu adalah musim liburan seolah, maka rangkaian tersebut merupakan rangkaian  KA Malioboro terpanjang dari biasanya yanghanya membawa sekitar 10 kereta saja. 

Dampaknya adalah, KA Malioboro yang biasanya bersilang dengan KA Gajayana di Stasiun Pogajih, harus mengalah dan berhenti di Stasiun Wlingi kurang lebih sekitar 30-40 menit waktu itu. Alasannya ya itu tadi sob, jumlah rangkaian melebihi kapasitas lintas, dikarenakan tidak dimungkinkannya melakukan persilangan di Stasiun Pogajih yang kapasitasnya terbatas, yaitu tidak dapat mengcover persilangan KA yang sama-sama memiliki panjang 12 kereta, dimana KA Gajayana juga membawa 12 kereta. Hasilnya adalah, dipilihlah Stasiun Wlingi sebagai stasiun yang secara sarana dan prasarana mendukung untuk persilangan tersebut. Nah itu dia sob, bayangkan jika banyak kereta penumpang harus bersilang seperti itu sob, maka jadwal perjalanan otomatis bisa kacau balau sob. Belum lagi sob, di beberapa stasiun, ada yang memiliki emplasemen pendek, karena pada ujung stasiun,langsung bersinggungan dengan jalan umum, hal tersebut tentu dapat menyebabkan kemacetan panjang sob, ketika KA berhenti lama di stasiun tersebut dikarenakan jalan tertutup oleh bodi KA. Kondisi tersebut juga pernah saya rasakan ketika naik KA Sancaka dan harus berhenti di stasiun kecil untuk tunggu bersilang dengan KA di depannya. Oleh karena itu, panjang rangkaian disesuaikan dengan sarana pendukung di jalur lintas.

Alasan kedua adalah masalah okupansi sob. Untuk angkutan kereta penumpang, jumlah kereta yang menempel pada rangkaian KA juga disesuaikan dengan jumlah okupansi penumpang setiap harinya, sedangkan untuk kereta barang, jumlah gerbong pada rangkaian kereta juga disesuaikan dengan tingkat permintaan dari pasokan barang tersebut. Artinya, semakin banyak permintaan, maka jumlah rangkaian dapat terus ditambahkan, selama sarana lintas tidak terganggu. Oleh karena itu, tidak heran sob, kenapa pada jalur rel yang berada pada lintas Pantai Utara Jawa, jumlah kereta pada setiap rangkaiannya bisa mencapai 14 sampai dengan 16 kereta sob. Hal tersebut dikarenakan, okupansinya yang tinggi dan kedua adalah sarana dan prasarana jalur lintas yang mendukung. Dimana jalur Utara sudah double track, kemudian beberapa stasiun sudah diupgrade (ditingkatkan) kapasitasnya, baik dari segi bangunan maupun peron. Bahkan ada stasiun yang letak/ posisinya dipindah dari stasiun sebelumnya, seperti stasiun Batang, yang digeser ke sisi Timur ke sebuah tempat yang memiliki emplasemen jauh lebih luas dari letak stasiun sebelumnya yang berada tepat di tengah keramaian kota Batang. Penambahan okupansi tadi juga dengan melihat efektifitas dibandingkan jika mengoprasikan dua rangkaian kereta dalam satu hari. Artinya dengan menambahakan jumlah kereta pada rangkaian, lebih ekonomi dan efisien dibandingkan jika dengan dua kali pemberangkatan pada satu hari dari lokasi dengan tujuan dan kelas layanan KA yang sama.

Ketiga, adalah kemampuan lokomotif dan kondisi medan yang dilalui. Mengapa dua hal tersebut berpengaruh penting pada jumlah kereta pada rangkaian. Jadi begini sob, semakin panjang rangkaian KA, maka semakin bertambah berat bobot dari rangkaian KA tersebut, dan semakin berat bobot rangkaian, semakin besar pula energi yang harus dikeluarkan oleh lokomotif untuk menarik rangkaiannya. Semakin besar energi yang dikeluarkan untuk mendorong, semakin besar pula konsumsi bahan bakar yang diserap lokomotif untuk mengahsilkan tenaga. Semakin banyak konsumsi bahan bakar yang digunakan, maka semakin besar pula dana yang dikeluarkan untuk membeli baan bakar tersebut. Oleh karena itu, kemampuan lokomotif juga menjadi faktor penting dalam menghitung jumlah kereta atau gerbong yang akan ditarik pada satu rangkaian. Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi medan yang dilalui KA. Seperti halnya, mengapa di jalur Utara kereta mampu melaju sampai dengan 100 km/ jam? atau mengapa di jalur tersebut, cukup menggunakan satu lokomotif untuk menarik panjang 16 kereta atau 30 kereta barang? hal tersebut tentu dikarenakan kondisi jalur rel yang dilaluinya. Seperti yang dapat sobat lihat melalui peta, bahwasanya kondisi topografi di Pantai Utara Jawa, cenderung landai, tidak berbukit-bukit seperti halnya jalur lintas Selatan yang didominasi oleh daerah pegunungan. Oleh karena itu memungkinkan lokomotif untuk menggunakan kekuatan maksimalnya dalam menarik rangkaian. Bandingkan dengan rangkaian KA Bima yang terkadang harus membawa 12 kereta dalam satu rangkaiannya, napas lokomotif akan terseok-seok, saat memasuki petak dari Bangil-Sengon-Lawang karena jalur rel yang menanjak tajam. Bahkan pada saat pengalihan jalur rel di Porong akibat banjir di tahun 2017 lalu, KA Sritanjung dan Logawa yang memutar dari arah Jember menuju Yogyakarta dan Purwokerto, diharuskan melewati Malang dengan ditarik menggunakan dua lokomotif. Begitu halnya dengan kereta ketel relasi Surabaya-Malang, untuk bisa sampai ke Malang, rangkaian ketel akan berhenti terlebih dahulu di Bangil dan membawa ketel ke atas secara bertahap. Berbeda ketika kembali dari Malang menuju Surabaya, rangkaian ketel mampu membawa gerbong ketel kosongan dengan rangkaian panjang, dan harus bersilang hanya di Stasiun Lawang yang memiliki emplasemen cukup panjang untuk 12 kereta dan 20 gerbong ketel.

Nah itu dia sob, setidaknya ada 3 faktor utama dalam menentukan jumlah rangkaian KA tadi sob, so memang tidak ada aturan baku jumlah kereta yang harus ditarik dalam satu rangkaian, selama tidak menganggu beberapa hal yang tertulis dalam aturan menteri perhubungan dan beberapa hal yang berhubungan dengan efektifitas dan efisiensi dari sisi biaya, waktu, keamanan, dan keselamatan. Saya rasa itu aja sob, untuk tulisan pada postingan kali ini. Jangan lupa untuk terus mengunjungi Dipo Lokomotif Mojosari, karena masih ada banyak lagi informasi menarik lainnya yang sayang untuk dilewatkan. 

3 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...