KA angkutan barang Pantai Utara Jawa |
Selamat dan Semangat Pagi sobat semua dan Salam Spoor...!!!!! Semoga pada pagi hari ini sobat semua selalu dalam keadaan sehat dan selalu bersemangat untuk menjalankan berbagai macam aktifitas yang ada di hari ini. Tidak lupa mari kita bersama panjatkan puja dan puji syukur kepada Yang Kuasa, karena dengan rahmat-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menikmati udara pagi yang sejuk dan segar ini. Jika dalam postingan sebelumnya saya berusaha untuk menjawab pertanyaan berapa jumlah maksimal kereta ataupun gerbong baik pada kereta penumpang maupun kereta barang, maka pada postingan kali ini saya akan mencoba mengulas sebuah tema baru, yaitu lebih menguntungkan mana sih, angkutan kereta penumpang atau angkutan kereta barang. Selalu menjadi pertanyaan mendasar bagi kebanyakan orang, omzetnya lebih menguntungkan mana sih sebenarnya, menjalankan KA angkutan penumpang? atau KA angkutan barang? Meski jika kita merujuk pada sejarah awal munculnya KA di Inggris, KA hadir sebagai moda transportasi yang awalnya hanya digunakan untuk di wilayah kegiatan distribusi barang pendek sob, seperti di pelabuhan, dan juga di wilayah tambang. Namun seiring perjalanan waktu dan berkembangnya teknologi, terutama saat ditemukannya mesin uap, dunia transportasi berbasis rel saat itu berkembang semakin pesat. Tenaga penggerak yang awalnya menggunakan tenaga hewan seperti kuda, kemudian beralih menjadi tenaga mesin yang memiliki kekuatan berkali-kali lipat dan gaya tarik beban yang lebih kuat. Oleh karena itu secara perlahan, kendaraan berbasis rel tersebutpun berubah, tidak lagi digunakan untuk mengangkut angkutan barang, namun juga digunakan untuk mengangkut penumpang. Sehingga dari situ, munculah apa yang kemudian di kenal dengan freight train (kereta barang), dan juga passanger train (kereta penumpang), atau biasanya, kalau di Indonesia kita naik kereta api, terkadang kereta penumpang tersebut membawa satu sampai dua buah gerbong bagasi barang. Nah, dalam tulisan ini, saya akan mencoba melihat secara sekilas aja ya sob, lebih menguntungkan mana sebenarnya. Kalau lebih rigid, tentu seorang ekonom akan jauh lebih pakar dibandingkan saya yang receh-receh ini sob, tapi disini saya akan mencoba melihat dari segi kebijakannya saja sob, dan kemudian dengan membandingkannya dengan kondisi di lapangan.
Pada masa kepemimpinan Bapak Ignasisu Jonan di PT KAI pada tahun 2009-2014 silam, perkereta apian di Indonesia seperti telah menemukan kembali jati dirinya, menemukan kembali orientasinya yang telah lama hilang sejak Indonesia menasionalisasi perusahaan-perusahaan kereta api dari Belanda. Perkeretaapian Indoensia bangkit dari mati surinya, arah baru terlihat, masa depan semakin terang. Orintasinya sederhana "apa yang penumpang inginkan?", itu saja, dan it's work. Berbagai macam kebijakan perusahaan dengan cara "memanjakan" penumpang telah mengubah wajah KAI yang sebelumnya tampak lesu dan suram, atau bisa dibilang MadSu sob alias masa depan suram, berubah menjadi terang benderang. Salah satu revolusi terbesarnya adalah dalam hal pemanfaatan teknologi informasi berbasis IT. Penumpang tidak lagi perlu berdesakan datang ke stasiun untuk mengantri tiket, tidak ada lagi over capacity bagi penumpang KA jarak jauh, satu karcis satu tempat duduk, sterilisasi stasiun dan KA dari pedagang asongan, sampai pada tidak ada lagi kereta penumpang yang tidak berpendingin ruangan alias ber-AC. Semua mata seakan tertuju pada fenomena luar biasa tersebut, tapi pertanyaannya adalah, apakah KAI diuntungkan dengan adanya kebijakan tersebut? Apakah KAI mendapatkan omzet besar dari kebijakan tersebut? Jawabannya pasti tentu saja, perusahaan tentu mendapatkan omzet yang besar dari kebijakan revolusioner tersebut. Okupansi penumpang terlihat jelas, dapat diukur dan dapat diakses dari mana saja, manajemen tentu lebih fleksibel dan transparan. Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah, apakah cukup besar dari kereta penumpang? atau lebih besar mana dengan kereta barang?
Pembukaan jalur rel baru, peningkatan pad akapasitas angkut, penambahan armada, penampahan perjalanan KA, menjadikan KA sebagai primadona baru sebagai moda transportasi publik, Bahkan tercatat pada tahun 2018 silam, terdapat 394 perjalanan KA, yang terdiri dari 346 perjalanan KA reguler, dan 48 perjalanan KA tambahan. Input yang besar dari kereta penumpang seakan mengalihkan perhatian kita dari keberadaan kereta angkutan barang. Jadi begini sob, ini bisa salah bisa juga benar, sekali lagi saya tekankan ya sob, saya bukan ahli ekonomi, oleh karena itu, dalam tulisan ini saya hanya mencoba untuk mengkomparasikan dari sisi kebijakan. Sebelum saya mencoba untuk mencari banyak literatur tentang pembahasan kita ini sob, tapi sayangnya memang belum ada yang spesifik, semuanya masih general, oleh karena itu disini akan coba saya bahas. Sampai dengan tahun 2019, saat itu Pak Didiek Hartantyo yang masih menjabat sebagai Direktur Keuangan KAI menjelaskan, bahwa 19 persen dari total pendapatan ditahun 2019, masih berasal dari pendapatan kereta penumpang antar kota. Namun menariknya, lonjakan tidak hanya terjadi pada kereta penumpang saja sob, tapi juga pada kereta angkutan barang, dimana kereta angkutan barang volume kargonya naik 2 juta ton dari tahun sebelumnya, yang sebelumnya 45,2 ton di tahun 2018 menjadi 47,2 ton di tahun 2019. Sedangkan untuk penumpang, naik 4 juta penumpang dari tahun sebelumnya, dan menjadi 429 juta di tahun 2019. Dari sini bisa kita lihat, bahwa kereta penumpang masih menjadi "penyumbang" terbanyak di dalam keuangan KAI ya sob.
Nah sekarang kita lihat dari segi aturan dan kebijakan sob, jadi begini sob. Untuk menentukan tarif angkutan penumpang sendiri gak mudah sob, alias cukup rumit. Banyak variabel yang harus dihitung secara detail, karena apa? Meski pemasukan dari kereta penumpang tinggi, tapi pengeluaran untuk biaya oprasional dari kereta penumpang juga tinggi sob. Manajemen KAI harus menghitung secara rigid antara tarif dan biaya sob, dan itu harus ketemu. Dalam hal tarif sendiri terdapat dua tarif sob, yaitu tarif dasar dan juga tarif jarak, dimana tarif dasar merupaka besaran yang sdah dinyatakan dalam nilai rupiah yang diperoleh dari hasil penghitungan antara biaya pokok ditambah keuntungan, sedangkan tarif jarak adalah besaran tarif yang merupakan hasil dari perkallian antara tarif dasar dengan jarak tempuh. Itu baru masalah penentuan tarif ya sob, sekarang kita lihat untuk biaya oprasional, dimana biaya ini ada banyak lagi sob. Dari biaya pokok, biaya modal, biaya operasi, biaya perawatan sarana. Bahkan kalau kita bicara tentang biaya operasi nanti dibagi menjadi banyak lagi sob. Contoh sederhananya begini sob, untuk megoprasikan satu rangkaian kereta penumpang, tentu akan ada banyak sarana penunjangnya, mulai dari kru KA sampai dengan fasilitas pendukung lain. DImana untuk operasionalnya membutuhkan biaya yang cukup tinggi juga, oleh karena itu, KAI harus sangat jeli dalam melihat potensi pasar terkait dengan okupansi penumpang.
Sekarang kita lihat kereta barang sob, berbeda dengan kereta penumpang, kereta barang tentu akan lebih minim biaya oprasional, karena tidak perlu ada kru KA lainnya, dan fasilitas pendukung lainnya seperti kursi, AC, TV, Toilet, Tandon air, dll. Artinya, biaya operasionalnya seharusnya akan jauh lebih minim dibandingkan dengan kereta panumpang. Belum lagi, kereta angkutan barang, dapat berjalan reguler jika mampu menopang jalur distribusi barang baik anntar pelabuhan, maupun dari pelabuhan ke kota-kota di wilayah tujuan. Belum lagi, selama ini dapat dilihat, bahwa okupansi kereta barang logistik cenderung relatif stabil dibandingkan angkutan penumpang. Bahkan di jalur pantai utara sendiri, saya pernah mencoba melihat jadwal perjalanan yang ada di sebuah pos perlintasan, hampir perjalanan KA lebih didominasi oleh kereta angkutan barang logistik dibandingkan dengan kereta penumpang, yang mana berbeda dengan wilayah Selatan yang lebih didominasi oleh kereta penumpang. Tapi kemudian coba saya bandingkan secara keseluruhan, lagi-lagi perjalanan KA penumpang memang masih mendominasi perjalanan KA saat ini, dan menjadi sumber pemasukan terbesar perusahaan.
Dari sini saya bisa melihat, meskipun kereta penumpang memberikan pemasukan besar bagi KAI namun disisi lain, KA angkutan barang juga memiliki potensi besar untuk menjadi "penopang" keuangan KAI. Hal ini dapat terlihat ketika musim pandemi Covid-19 ini, dimana hampir keseluruhan kereta penumpang tidak berjalan. KA angkutan barang justru tetap memiliki jadwal perjalanan. Bahkan untuk mengcover kereta kargo yang biasanya menempel pada rangkaian kereta penumpang reguler, KAI meluncurkan kereta parcel baik untuk jalur Selatan maupun jalur Utara. Hal selanjutnya yang saya lihat adalah ditemukannya orinetasi baru oleh KAI setelah lama hilang setelah nasionalisasi di tahun 1945. Jika pada pasa kolonial, orientasi KA adalah pada angkutan KA barang, maka sekarang ini lebih pada trend angkutan kereta penumpang. Tidak ada yang salah dalam hal ini, karena kita juga harus melihat kondisi dan latar belakang manajemen. Jika sekarang kita bicara tentang angkutan barang, mungkin belum saatnya, karena masih kurangnya jalur distribusi untuk jaringan rel itu sendiri, oleh karena itu, KA angkutan barang hanya melayani untuk rute-rute terntentu saja. Bahkan banyak jalur rel lama yang direaktivasi untuk mendorong dan meningkatkan pariwisata di suatu wilayah.
Oke sobat, mungkin itu saja beberapa hal yang dapat saya paparkan terkait dengan lebih menguntungkan mana antara KA penumpang dan KA barang. Jangan lupa untuk terus mengikuti perjalanan saya, hanya di Dipo Lokomotif Mojosari. Sampai jumpa pada postingan selanjuntya.
Kesimpulan setelah dikurangi biaya operasional, kereta penumpang dan kereta barang lebih untung mana??
BalasHapusMenurutku sih sama-sama menguntungkan mas
Hapus