orange

"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-

Mengapa KA di Sulawesi Menggunakan Lebar Rel Standar Internasional 1.435 mm? Ini Dia Penjelasannya

Lebar rel 1.067 mm di Jawa
Selamat dan semangat pagi sobat semua dan Salam Spoor...!!! Semoga pad apagi hari ini sobat semua selalu dalam keadaan sehat dan bersemangat untuk menjalankan berbagai macam aktifitas yang ada di hari ini. Jika pada postingan sebleumnya saya mencoba untuk mengulas mengenai alasan, mengapa di Malang tidak kunjung ada KA Komuter yang melayani antar kecamatan di Malang. Dalam tulisan kali ini, saya akan mencoba untuk mengulas sedikit mengenai alasan jalur re yang dibangun dalam proyek trans Sulawesi menggunakan lebar rel standar internasional 1.435 mm. Menjadi sebuah pembahasan yang menarik, dikarenakan, meski pada masa Hindia Belanda, lebar rel ini pernah dibangun oleh perusahaan KA swasta Belanda NISM, namun setelah Indonesia merdeka lebar rel ini punah, dan hadir kembali di Aceh sepanjang 11 kilometer. Lebar rel 1.435 mm, memang tidak umum digunakan di Indonesia, karena untuk KA yang ada sekarang ini, seperti di Pulau Jawa dan Sumatra, justru masih menggunakan lebar rel 1.067 mm.

Lebar rel 1067 mm di Jawa
Bicara tentang kereta api di Sulawesi sebenarnya bukanlah hal baru, dimana pada menuut sebuah tulisan yang terdapat pada sebuah buklet milik Nederlandsch Indische Staatsspoor en Tramwegen yang ditulis pada tahun 1925, studi kelayakan wilayah untuk pembangunan jaringan rel kereta api di Sulawesi telah dilakukan sebanyak dua kali, di tahun 1915 dan 1917. Dari hasil studi kelayakan tersebut, didapat sebuah rancang bangun jaringan rel KA yang akan membentang dari Makassar menuju Maros dan diperpanjang menuju arah Utara ke arah Sidrap dan kemudian ke arah Parepare, sebelum akhinrya berbelok ke arah Tenggara menuju Sengkang. Rancangan jalur rel untuk rute Makassar sampai dengan Maros sendiri selesai di tahun 1918. Pada tahun 1920, NISM membentuk anak perusahaan Staatstramwegen op Celebes untuk membangun jalur rel di Makassar. Pada tahun 1922, jalur rel sepanjang 47 kilometer yang membentang dari Makassar sampai dengan Takalar selesai, dan baru dibukan untuk umum di tahun 1923. Pada tahun 1930, jalur rel tersebut berhenti beroperasi dikarenakan beberapa hal teknis, yaitu masalah keuangan yang dihadapi oleh perusahaan akibat fenomena internasional saat itu yang kemudian dikenal dengan Great Depression. Pada masa kependudukan Jepang di Sulawesi, jaringan rel KA pun beralih fungsi, jika pada masa kependudukan Belanda dioptimalkan sebagai penopang distribusi barang hasil bumi dan penumpang, maka pada masa kependudukan Jepang lebih digunakan untuk kepentinga perang, yaitu untuk mengangkut batu baradan gamping, untuk mendukung logistik perang Jepang di Pasifik. Oleh karena itu, dengan mendatangkan batang rel dari Jepang, dan Jepang berusaha untuk memperpanjang jaringan rel tersebut yang sebelumnya hanya Makassar-Takalar, diperpanjang menjadi 77 kiloemter dari Maros-Makassar-Takalar. Menggunakan sebanyak 4.700 pekerja Romusha, proyek tersebut diharapka selesai pada bulan Desember tahun 1944. Sayangnya, jalur rel yang baru selesai 8,6 kiloemter tersebut harus berhenti karena posisinya terjepit di wilayah Pasifik. Bahkan, Jepang dengan cepat mengubah haluan proyek, dan menbongkar sejumah jalur rel yang ada, untuk kemudian di bawa ke Burma (sekarang Myanmar), untuk membangun jalur rel di sana yang menghubungkan Burma dengan Thailand, yang kemudian kita kenal dengan sebutan "Death Railway".


Jalur rel yang ada di Malang dengan lebar rel 1.067 mm
Proyek pembangunan jalur rel KA di Sulawesi dengan rute sepanjang 145 kilometer yang membentang dari Kota Makassar sampai dengan Kota Parepare, pertama kali dilakukan pada hari Senin 18 Agsutus 2014, dengan prosesi pembukaan melalui groundbreaking di Desa Siawung, Kec. Barru, Kab. Barru. Dibangun oleh PT Celebes Railway Indonesia (CRI) dengan menggunakan lebar rel 1.435 mm. Peletakkan jalur rel pertamanya, adalah pada hari Jumat, pada tangal 13 November 2015, di Desa Lalabata, Kec. Tanete Rilau di Kabupaten Barru. Proyek tersebut, masuk ke dalam Poryek Strategis Nasional (PSN) dengan Perpres Nomor 3 tahun 2016, tentang percepatan pelaksanaan PSN yang kemudian terkahir diubah di tahun 2018 melalui Perpres Nomor 58. Pada tahun 2015-2016, segmen Barru-Palanro selesai dibangun. Pada tanggal 10 November 2017, untuk pertama kalinya jalur rel tersebut diujicobakan pada tanggal 10 November 2017. Jalur sepanjang 47 kilometer tersebut siap beroperasi tahun 2019 silam. Terdapat 23 stasiun yang akan dibangun pada jalur tersebut, yaitu Tallo, Parangloe, Mandai, Maros, Pute, Lempengan, Pangkajene, Bungoro, Labakkang, Ma'rang, Segeri, Mandale, Tanate Rilau, Barru, Garongkong, Pelabuhan Garongkong, Takalasi, Soppengriaja, Palanro, Malusetasi, Kupa, Lumpue, dan berakhir di Soreang. Jalur ini nantinya diproyeksikan akan terbentang sejauh 1.775 kilometer dari Makassar sampai dengan Manado dengan nama proyek Trans-Sulawesi. Bantalan beton dibuat oleh PT Wijaya Karya (WIKA(, dan untuk sistem persinyalan dibangun oleh PT LEN Industri, dan untuk pengunci bantalan dibuat oleh PT PINDAD. Jalur rute antara Barru-Parepare sepanjang 44 kilometer dibangun dengan konsep konsep angkutan penumpang dan barang. Meskipun demikian, di pertengahan proyek pembangunan, terdapat perubahan rute, dengan jalur baru, yaitu Barru-Pangkep-Maros. Pada 6 Februari 2019, telah ditetapkan secara resmi pemenang lelang KPBU adalah konsorsium PT PP (Persero) – PT Bumi Karsa – PT China Communications Construction Engineering Indonesia – PT Iroda Mitra. Oke sob, itu tadi sebagai tulisan pembuka yang coba saya rangkum dari beberapa sumber laman resmi pemerintah, kementrian, dan beberapa perusahaan BUMN yang terlibat di dalam proyek kereta api trans sulawesi.

Recana proyek KA Trans Sulawesi
Setelah saya ajak sobat semua, untuk lebih dahulu mengenal sejarah jaringan rel KA di Sulawesi berikut bagaimana perkembangannya saat ini, maka sekarang akan saya ajak sobat semua untuk melihat pada sisi lain yang ada. Seperti yang saya sampaikan di awal, tulisan saya kali ini adalah berusaha untuk menjawab sebuah pertanyaan sederhana, menenai alasan, mengapa di Sulawesi menggunakan lebar rel 1.435 mm dan bukan 1.067 mm seperti halnya KA yang ada di pulau Jawa dan Sumatra. Untuk kemungkinan pertama adalah saya mencoba untuk mencari jawabannya terlebih dahulu melalui keputusan menteri ataupun rencana induk perkeretaapian nasional, namun hasilnya nihil. Bahakan saya mencoba untuk terus menelusuri melalui meisn pencarian dan lagi-lagi hasilnya nihil. Bahkan dalam RIPNAS hanya tertulis sebagai berikut "Spesifikasi teknis dasar untuk jaringan kereta api di koridor Sulawesi secara  umum diarahkan  menggunakan  lebar jalan  rel  1.435  mm gunamengakomodir  potensi  angkutan barang di wilayah tersebut.Penggunaan lebar gaugeyang berbeda  tetap dimungkinkan  berdasarkan  kajian  maupun kebijakan". Tidak ada alasan spesifik yang tertulis mengapa harus menggunakan lebar rel 1.435 mm. Saya coba telisik secara general di beberapa pulau lainnya, seperti Kalimantan dan juga Papua juga direkomendasikan menggunakan lebar rel 1.435 mm. Dari situ saya melihat, bahwa penggunaa lebar rel dengan standar internasional di wilayah Sulawesi kemungkinan besar juga (asumsi saya) berdasarkan pada kondisi geografis jalur rel yang akan dilalui, yatu dengan topografi permukaan yang relatif landai. Oleh karena itu, saya mencoba untuk membuktikannya dengan cara membandingkan ketinggian permukaan tanah pada beberapa kota yang akan dilalui oleh jalur rel tersebut melalui Google Eart. Untuk sobat ketahui, saya menggunakan Google Earth, supaya cepat saja ya sob, kalau hasil tentu tidak 100 persen akurat, tapi paling tidak bisa kita lihat ketinggian rata-rata permukaan tanah di sekitar wilayah yang dilaluinya. Dari hasil penjelajahan saya melalui Google Earth saya dapatkan hasil sebagia berikut, Makassar dengan ketinggian rata-rata 15 Mdpl, Maros 14 Mdpl, Barru 17 Mdpl, Parepare 17 Mdpl. Dari hasil tersebut, dapat kita lihat, bahwa topografi tanah yang dilalui oleh proyek KA cukup landai, dan tentu lebih menguntungkan untuk menggunakan lebar rel standar internasional. Selain itu, jika melihat pada peta perencanaan pembangunan jalur rel, jaringan rel ini nantinya akan lebih banyak melewati wilayah pesisir, atau wilayah yang berdekatan dengan laut, yang dinilai memiliki topografi permukaan yang lebih landai dan memungkinkan untuk dibangun rel dengan lebar 1.435 mm.

Citra satelit proyek rel KA di Barru, Sulawesi
Hal tersebut tentu sangat menguntungkan sob, kenapa saya bilang sangat menguntungkan. Jadi begini ya sob, pertama, dengan melihat medan yang akan dilalui cukup landai, maka tidak ada alasan untuk tidak menggunaan lebar rel 1.435 mm yang dinilai jauh lebih menguntungkan dibanding jika menggunakan lebar rel 1.067 mm. Beberapa keuntungan yang didapat adalah, dengan lebar rel 1.435 mm, maka KA dapat berjalan samapi dengan kecepatan 200 km/ jam, jauh lebh cepat dibandingkan KA yang ada di Jawa yang hanya berjalan pada kecepatan 80-100 km/ jam. Selain itu, tidak menutup kemungkinan, jalur tersebut dapat diupgrade untuk dapat dilalui oleh kereta cepat (high speed railway) di kemudian hari. Selain itu, penggunaan 1.435 mm cukup penting mengingat, proyek KA di Sulawesi merupakan proyek KA pertama di luar pulau Jawa yang dibangun dari nol, alias tanpa harus terikat dengan jalur yang ada sebelumnya. Itulah yang membedakan dengan proyek yang ada di Jawa sob, dimana kalau di Jawa dan Sumatra sudah terlanjur, jalur eksistingnya yang dominan adalah 1.067 mm. Untuk mengubah ke 1.435 mm tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, belum lagi lokomotif , jembatan, terowongan, stasiun, gerbong, dan kereta penumpang semuanya menggunakan standar 1.067 mm. Itulah mengapa kemudian, jalur rel yang baru yang ada di Sulawesi tersebut lebih cenderung menggunakan lebar rel 1.435 mm dibandingkan dengan jalur yang ada di Jawa dan Sumatra. Namun demikian, akan menjadi pertanyaan lagi, kalau kita lihat jalur yang ada di Aceh, dimana di Aceh juga terdapat jalur rel dengan lebar 1.435 mm sepanjang 11 kilometer yang hanya dilalui oleh KA perintis Cut Meutia (ini saya bahas di tulisan lainnya ya sob hehehe....). Oh iya sob, untuk proyek pembangunan jalru rel yang ada di Sulawesi, jalurnya bisa sobat lihat melalui Google Earth, meski demikian setelah saya coba lihat, yang ada baru di wilayah Barru. Oke sobat, mungkin itu dulu sedikit penjelasan dari saya, dan jangan lupa untuk terus mengikuti perjalan saya hanya di Dipo Lokomotif Mojosari.  

1 komentar:

  1. Salam dukung Otomotif Sport Tercepat Tercanggih yang sesungguhnya yaitu Transportasi Umum BIS 🏁🚍🏁 - Salam Teknologi πŸš€πŸš€ Salam Dukung Semua BIS Besar 260 MPH Diselururuh Dunia 🌐 Karena yang sebenarnya Otomotif Sport Balap Tercepat Tercanggih dan paling stabil untuk manuver serta paling tepat & paling kuat untuk Tercepat Cakap Balap Super Cepat Sangat Tepat Waktu diatas 200Mph Diselururuh Jalanan Diselururuh Dunia 🌐 Adalah Transportasi Umum BIS / BUS 260MPH πŸπŸšπŸ›£️πŸ›£️🚍🏁, Bukan Kereta atau mobil &motor. - Salam Teknologi πŸš€πŸš€ Salam dukung Otomotif Sport Balap Tercepat Tercanggih yang sebenarnya yaitu Transportasi Umum BIS #SalamDukungSemuaBisBesar260MPHdiSeluruhDunia🌐 #SemuaJalananDanTollDiseluruhDuniaAslinyaMilikOtomotifSportYangSebenarnyaYaituTransportasiUmumBisDanTruck ||| #SalamGenenasiModernAntiKendaraanPribadi

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...