Saat sebelum ada reformasi di tubuh KAI, untuk mendapatkan tiket kereta api ini, saya biasanya datang sektiar setengah jam sebelum keret api berangkat. Karena bebas tempat duduk dan pasti kebagian tiket. Namun setelah terjadi reformasi di KAI yang mewajibakn semua penumpang untuk mendapatkan tempat duduk, maka saya biasa memesan tiket seminggu sebelum hari keberangkatan. Dan bisanya sayapun harus berangkat setelah sholat subuh ke stasiun Malang Kota Baru untuk memesan tiket.
Penataran memasuki jalur tiga Stasiun Garum
Sebenranya
rute asli kereta ini adalah rute yang membentuk lingkaran, yaitu dimulai dari Surabaya
Gubeng dan berakhir kembali di stasiun yang sama (Gubeng). Namun ada dua arah,
misalkan, untuk pergi ke Malang dari Mojokerto, kita tidak bisa membeli yang
via Surabaya. Tapi harus melalui kereta yang ke arah barat, yaitu melalui
Jombang, Kertosono, Kediri, Tulungagung, dan Blitar. Ataupun dari Malang ke
Mojokerto. Kita harus melalui jalur yang sama, tidak bisa melalui Gubeng.
Rangkaian penataran di Stasiun Malang
Hal yang
menarik dari kereta api ini adalah, adanya dua nama dalam satu rangkaian kereta
api. Yaitu Penataran dan Rapih Dhoho, yang keduanya diambil dari nama candi
yang ada di kota Blitar dan Kediri. Rangkaian kereta api ini akan berganti nama
di Stasiun Blitar, dari Blitar menuju Gubeng via Kertosono akan menjadi Rapih
Dhoho dan dari Blitar menuju Gueng via Malang menjadi Penataran.
Sesaat sebelum diberangkatkan kembali dari Malang Kota Lama
Nama Rapih
Dhoho sendiri merupakan singkatan dari Rangkaian-Terpisah. Yang mana dulunya rangkaian ini juga melayani rute dari
kertosono menuju Madiun dengan ditarik lokomotif lain dari Kertosono. Namun karena
terdapat kereta api KRD lokal dari Madiun menuju Gubeng, maka rangkaian gerbong
via Madiun tidak lagi ada.
Silang dengan Penatarn dari arah Malang di Stasiun Garum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar