orange

"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-"WEB KA TERBESAR DI INDONESIA"-"UPDATE SETIAP HARI"-

Kenapa Kereta Api di Indonesia Tidak Bisa Berlari Lebih Dari 100 KM/ Jam

Lebar bodi dan lebar rel yang sempit
Selamat dan semangat pagi sobat semua dan Salam Spoor...!!! Semoga pada pagi hari yang indah dan berbahagia ini sobat semua selalu dalam keadaan sehat dan selalu bersemangat untuk menajlankan berbagai macam aktifita syang ada di hari ini. Jika pada postingan sebelumnya saya sudah membahas mengenai kisah dari perjalanan KA Jayabaya Utara dan Selatan sampai dengan lahirnya KA Jayabaya Reborn, maka dalam postingan kali ini saya akan membahas mengenai alasan mengapa KA di Indonesia tidak dapat berjalan kencang di atas 100 kilometer perjam. Yang pertama harus kita ketahui bersama adalah, lebar rel yang digunakan di Indonesia khususnya di pulau Jawa adalah lebar rel dengan ukuran 1067 mm, atau jika kita merujuk pada standar lebar rel internasional, lebar rel di Indonesia masuk ke dalam katagori "narrow gauge", atau lebar rel sempit. Konon, lebar rel sempit ini, lebih cocok topografi dan kondisi tanah di Indonesia yang lebih banyak di dominasi oleh wilayah pegunungan yang terdiri dari lereng, tikungan tajam, dan jurang. Nah, jika kita kembali membahas mengapa kereta api di Indonesia tidak bisa berlari kencang di atas 100 kilometer/ jam, maka kita bisa kembali merujuk pada kondisi jalur rel yang ada di lintasan tersebut. Jadi begini sob, untuk perjalanan KA, itu sebenarnya sama juga seperti kendaraan lainnya, pada setiap petak tertentu ada batas kecepatan yang ditentukan, harus berlari berapa dan kapan harus mengurangi kecepatan, yangmana itu semua lagi-lagi kembali pada kondisi tanah dan medan yang dilalui. 

Satu lagi nih sob, yang saya rasa penting untuk sobat semua ketahui adalah, lebar bodi KA di Indonesia juga jauh lebih lebar dari rel yang dilalui, sehingga kalau sobat lihat pada beberapa gambar berikut, memang terlihat kereta agak cingkrang. Dalam segi teknis, hal tersebut juga mempengaruhi kecepatan dan kestabilan kereta saat berjalan. Belum lagi hal tersebut ditambah dengan dimensi kereta yang besar dan lebar, dan terkadang memiliki kesan seperti sedikit dipaksakan jika melewati beberapa tikungan tajam. Maklum aja sob, kalau kita merujuk lagi pada sejarah perkembangan KA di Indonesia, maka hal tersebut tidak akan lepas dari riwayat jalur rel yang dibangun tersebut, dimana jalur rel yang kita gunakan sekarang ini, sebagian besar memang adalah warisan dari perusahaan kereta api pada masa kependudukan Belanda di Indonesia, baik jalur yang dibangun oleh perusahaan swasta maupun negeri. Nah, dari sana bisa kita lihat juga sob, dimensi kereta api baik itu gerbong, kereta penumpang, maupun lokomotif yang digunakan, soba sobat perhatikan, rata-rata dimensi lebarnya tidak selebar sekarang, atau lebih dapat menyesuaikan, dan belum lagi dimensi bobot kereta apinya tidak seberat sekarang sob. Bisa jadi hal tersebut juga dipengaruhi oleh bahan material yang digunakan untuk membangun kereta yang lebih banyak didominasi oleh bahan kayu dari pada besi. Kemudian dari segit panjang jgua demikian sob, kereta dulu hampi semuanya juga tidak sepanjang dimensi kereta sekarang, artinya kalau kita melihat ada tikungan-tikungan tajam di wilayah pegunungan, ya memang awalnya diperuntukan bukan untuk dimensi KA seperti sekarang ini sob. Bahkan saya pernah lihat sebuah video di Yotube dengan judul "rintihan pilu lokomotif" ketika melewati sebuah tikungan leter S di petak Sukabumi sampai dengan Cianjur, disitu bisa terlihat bahwa tikungan tersebut memang awalnya untuk dimensi kereta pendek, bugan bergandar 3 seperti sekarang ini. Meski memang masih dapat dilalui, tetap dengan batas kecepatan tertentu sob. Nah itu yang pertama ya sob, dari sisi dimensi kereta dan rel.

Kereta di Jepang yang mengadopsi Tilting System (wikipedia)
Hal kedua adalah, dari sisi teknologi sob, apakah tidak mungkin kereta berbody "bongsor" bisa ngebut di rel yang hanya 1067 mm? jawabanya tentu bisa sob, hal itu yang sudah lama dikembangkan oleh Jepang sob. Caranya bagaimana? yaitu dengan cara mengadopsi apa yang disebut dengan "tilting system", atau sistem kemiringan, yaitu sebuah sistem pada kereta api yang pertama kali dikembagkan di Inggris dan Amerika, kemudian diadopsi di Jepang. Jadi bogie yang digunakan bukanlah bogie statatis seprti yang ada di Indonesia sob, boggienya sendiri merupakan bigei dinamis yang dapat meneysuaikan dengan tingkat kemiringan saat kereta berbelok, sehingga dapat menjaga laju keseimbangan KA agar tidak terpental ataupun mengalami anjlokan saat berlari kencang dan melewati tikungan. Namun dari sisi bobot tentu juga jauh lebih ringan dari kereta yang ada di Indonesia. Untuk kereta di Indonesia sendiri, terdapat beberapa klasifikasi kapasitas kereta, hal tersebut bisa sobat lihat, pada sebuah plat kecil yang ada pada bagian atas dekat pintu masuk ke kereta penumpang. Disana tertempel sebuah plat yang mengindikasikan spesifikasi kereta tersebut. Seperti contoh adalah:
A: Kecepatan maksimum 45 km/jam
B: Kecepatan maksimum 60 km/jam
C: Kecepatan maksimum 75 km/jam
D: Kecepatan maksimum 90 km/jam
E: Kecepatan maksimum 100 km/jam
F: Kecepatan maksimum 120 km/jam

Sehingga sob, jika ada beberapa rangkaian yang terdiri dari beberapa kode tersebut, maka kecepatan lkomotif harus mengimbangi dengan kode terendah. Misal dalam satu rangkaian terdapat kereta penumpang dengan kode D, E, dan F. Maka kecpatan KA maksimal adalah pada angka 90 km/ jam, menyesuaikan dengan kode kecepatan maksimum terendah.

Tilting System
Kemudian yang terkakhir adalah, kualitas jalur rel yang dilalui sob. Seperti contoh saat kita naik KA Malang ke Yogyakarta, memakan waktu jauh lebih lama sob, dibandingkan jika kita naik KA dari Surabaya menuju Yogyakarta. Kenapa? bukan hanya karena jarak sob, tapi juga karena kualitas jalur rel dan kondisi lintasan yang dilalui KA dari Malang sampai dengan Yogyakarta. Dalam sekali perjalanannya KA Maliboro Ekspres, memakan wkatu sektitar 8 jam, waktu tersebut hampir sama dengan KA dengan rute dari Yogyakarta ke Jakarta sob. Karena memang jalur kantong dari Malang menuju Kediri sangat rawan amblas, dikarenakan medannya merupakan berbukit dan pegunungan. Beda ketika KA sudah lepas Kediri sampai dengan Kertosono lurus ke arah Madiun, kecepatan KA bisa digeber sampai ke angka 80-90 km/ jam. Beda lagi saat kita berbicara pada KA yang melintas di jalur Utara Pulaua Jawa sob, itu KA suwossshh semua sob. Tidak ada tanjakan dan turunan terjal, tidak ada medan pegunungan berbukit, dan jembatan panjang. Jalurnya relatif rata dan stabil sob, maka tidak heran, KA di Pantura bisa digeber sampai ke angka 100 km/ jam atau mungkin bisa lebih dengan meneysiakan pada spesifikasi rangkaian.

Nah oke sob, mungkin itu aja sedikit informasi dari saya ya sob, jangan di telan mentah-mentah sob, karena ini hanya bagian dari pemikiran dan analisa sederhana saya aja sob. Apa lagi saya tidak memiliki latar belakang teknik sob. Jika ada tambahan atau kekeliruan bisa langsung tulis aja sob di kolom komentar. Oke sob, sampai jumpa pada postingan selanjutnya.

1 komentar:

  1. Keren mas , aku suka . Mas bahas dong yang kereta gembrot ex anggrek . Kenapa itu gak produksi lagi ya padahal lucu

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...