Pada suatu pagi yang hangat di tahun 2015, aku memulai perjalanan kecil yang penuh antusias: berburu momen kereta api, sebuah hobi yang tak hanya memuaskan rasa ingin tahu, tapi juga mendekatkanku dengan jejak-jejak besi yang menyimpan cerita. Hari itu, dua kereta menjadi target utamaku Kereta Api Logawa dan Argo Wilis, dua layanan berbeda yang sama-sama ikonik di jalur selatan Pulau Jawa. Aku memilih sebuah titik favorit di pinggiran kota, di mana rel membelah sawah yang masih diselimuti embun. Di kejauhan, suara gemuruh mulai terdengar: KA Logawa, kereta ekonomi rakyat yang melayani rute panjang Jember - Purwokerto, perlahan muncul dengan wajah khasnya. Ditarik lokomotif CC201, ia melaju dengan rangkaian panjang berwarna putih-biru sederhana, membawa penumpang dari pelosok timur Jawa menuju barat. Logawa selalu punya kesan tersendiri bagiku kereta ini bukan sekadar alat transportasi, tapi saksi dari dinamika sosial, perjalanan perantauan, hingga kisah keluarga yang dipertemukan kembali.
orange
Bermanuver dan Bersilang Antara KA Taksaka Pagi Dengan KA Logawa
Kereta Api Taksaka merupakan salah satu kereta api eksekutif paling ikonik di Indonesia yang melayani rute Yogyakarta - Gambir (Jakarta). Nama "Taksaka" berasal dari mitologi Hindu, yakni Naga Taksaka, makhluk mistis yang melambangkan kekuatan dan kecepatan dua nilai yang memang melekat erat pada kereta ini sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 1994. Dari awal pengoperasiannya, KA Taksaka dirancang sebagai layanan kelas atas, menghadirkan pengalaman perjalanan mewah bagi penumpang di jalur utama selatan Pulau Jawa. Salah satu fakta unik dari KA Taksaka adalah bahwa ia merupakan kereta pertama di Indonesia yang menawarkan layanan eksekutif murni secara eksklusif pada lintas Yogyakarta–Jakarta. Tidak seperti kereta lain yang biasanya memiliki komposisi campuran antara kelas ekonomi, bisnis, atau eksekutif, Taksaka sejak awal dirancang hanya untuk penumpang eksekutif, menciptakan citra sebagai kereta mewah sejati di zamannya.
Lalu Lintas KA Malabar dan Malioboro Ekspres di Jembatan Brantas, Kampung Jodipan
Kereta Api Malioboro Ekspres
menyimpan sejumlah fakta unik yang menjadikannya salah satu kereta paling
istimewa di Pulau Jawa, terutama bagi masyarakat Jawa Timur dan Yogyakarta.
Meskipun baru diresmikan pada tahun 2012, kereta ini cepat merebut perhatian
publik karena melayani rute Malang - Yogyakarta, dua kota yang selama puluhan
tahun tidak terhubung langsung dengan jalur kereta api reguler. Salah satu
fakta unik dari KA Malioboro Ekspres adalah bahwa ia merupakan kereta pertama
dalam sejarah modern Indonesia yang menghidupkan kembali jalur lintas
selatan-tengah dari Malang menuju Yogyakarta setelah vakum selama lebih dari
tiga dekade. Sebelum kehadirannya, masyarakat harus naik beberapa kereta dengan
transit, atau menggunakan moda transportasi darat lainnya yang lebih lambat dan
kurang efisien.
CC203 Bersama Rangkaian KA Malioboro Ekspress Memasuki Stasiun Kertosono
KA Malioboro Ekspress |
Kereta Api Bima di Akhir Perjalanannya Menuju Malang
Sejak 1 Juni 1967, KA Bima singkatan
dari “Biru Malam” telah dikenal sebagai kereta eksekutif legendaris
pertama di Indonesia, menggunakan gerbong tidur (sleeper) berwarna biru dan
menawarkan perjalanan malam yang mewah antara Jakarta dan Surabaya. Rutenya
melintasi jalur selatan, melalui Semarang, Madiun, dan Jombang hingga Surabaya
Gubeng. Pada 6 Februari 2014, rute Bima diperpanjang hingga Stasiun Malang
untuk meningkatkan konektivitas antara Jawa Timur dan Jakarta. Penambahan ini
menjadikan Malang sebagai titik akhir perjalanan, yang mencakup pemberhentian
di Surabaya, Sidoarjo, Lawang, hingga Malang, dengan jadwal keberangkatan dari
Malang sekitar pukul 14.25 WIB dan tiba di Jakarta pagi hari.
Sejarah Panjang KA Bangunkarta Dengan Latar Gunung Arjuno
Kereta Api Bangunkarta adalah salah satu kereta legendaris di Indonesia yang melayani rute Surabaya Gubeng - Jakarta Gambir, dan memiliki sejarah panjang sejak era Orde Baru. Nama “Bangunkarta” merupakan akronim dari Jombang - Madiun - Jakarta, tiga kota utama yang dahulu menjadi lintasan inti kereta ini. Sejak pertama kali dioperasikan pada tahun 1985, Bangunkarta telah menjadi simbol penting dari transportasi kelas menengah atas di lintas selatan Jawa, khususnya bagi warga Jawa Timur yang bepergian menuju Ibu Kota. Pada awal pelayanannya, Bangunkarta merupakan kereta kelas eksekutif murni yang dikenal dengan kenyamanan dan kecepatan waktu tempuhnya. Di masa itu, tidak banyak kereta yang menyediakan layanan langsung antara Jakarta dan kota-kota seperti Jombang atau Nganjuk tanpa harus transit. Maka tak heran jika Bangunkarta menjadi favorit para pejabat, pengusaha, dan pelajar yang hendak menempuh pendidikan atau bekerja di Jakarta.
Foto Indah Rangkaian KA Jayakarta Premium di Desa Kweden Kembar
Kereta Api Jayakarta Premium merupakan salah satu kereta kelas ekonomi premium yang melayani rute Surabaya Gubeng - Pasar Senen (Jakarta) dan sebaliknya. Kehadiran kereta ini tidak hanya memperluas pilihan transportasi antarkota bagi masyarakat, tetapi juga mencerminkan babak baru modernisasi layanan kereta kelas ekonomi di Indonesia. Nama “Jayakarta” sendiri diambil dari nama lama kota Jakarta, yang berasal dari bahasa Sansekerta dan berarti “kemenangan yang gemilang.” Nama ini sekaligus memperkuat identitas kereta sebagai penghubung dua kota besar yang memiliki peran penting dalam sejarah dan ekonomi nasional. Sejarah KA Jayakarta Premium dimulai pada tahun 2017, ketika PT KAI bersama PT INKA mulai meluncurkan kereta ekonomi premium sebagai bagian dari inovasi layanan menjelang masa angkutan Lebaran. Jayakarta Premium adalah salah satu dari delapan rangkaian baru yang diperkenalkan pertama kali pada momen tersebut. Kereta ini langsung mencuri perhatian karena menawarkan fasilitas mendekati kelas bisnis, namun tetap dalam kategori ekonomi, dengan tarif yang jauh lebih terjangkau.
Ketika Rangkaian KA Penataran Sekali Lagi Menggunakan Lokomotif CC206
KA Penataran dengan CC206 |
Pada masa awal pandemi COVID-19
tahun 2020, terjadi perubahan besar dalam pola operasional perkeretaapian di
Indonesia, termasuk penggunaan lokomotif CC206 untuk menarik kereta ekonomi
lokal, yang sebelumnya jarang menggunakan tipe lokomotif tersebut. Kejadian ini
cukup unik dan menarik perhatian para pengamat dan pecinta kereta api. Berikut
penjelasan mengapa hal ini terjadi. Pertama, adalah Penurunan Jumlah Perjalanan
Kereta Jarak Jauh, Akibat pembatasan perjalanan dan anjloknya jumlah penumpang
karena PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), banyak kereta jarak jauh
dibatalkan operasionalnya, seperti kereta eksekutif, bisnis, dan campuran.
Akibatnya, banyak lokomotif kelas berat seperti CC206 yang biasanya menarik
kereta jarak jauh menjadi “nganggur” atau idle di depo-depo.
Pesona KA Matarmaja Dengan Matahari Pagi Meninggalkan Stasiun Kesamben
Mengenang Perjalanan KA Tambahan Dari Malang Menuju Surabaya
Pada tahun 2017, PT KAI Daerah
Operasional VIII Surabaya mengantisipasi lonjakan penumpang pada beberapa momen
penting seperti Imlek, Lebaran, dan libur panjang Idul Adha dengan
mengoperasikan kereta tambahan rute Malang-Surabaya serta sebaliknya. Pada 26
Januari 2017, menjelang Libur Imlek, PT KAI Daop 8 meluncurkan kereta tambahan,
termasuk KA Gajayana Tambahan yang berangkat dari Stasiun Malang pada pukul
19.45 WIB menuju Jakarta, serta KA Kertajaya tambahan berkelas ekonomi dari
Surabaya Pasar Turi, di mana rute seperti ini melintasi Malang dan mengakomodir
kebutuhan lokal dan antarkota.